SOLOPOS.COM - Ilustrasi petani tebu (Dok/JIBI/Bisnis)

Pertanian Bantul, tebu membutuhkan masa panen yang lebih lama

Harianjogja.com, BANTUL–Luasan lahan tebu terus menurun sejak 2012. Dari 1.700 hektare pada 2012, kini lahan tebu di wilayah Kabupaten Bantul hanya mencapai 1.075 hektare saja. Penurunan lahan tebu ini ditengarai akibat makin rendahnya animo masyarakat untuk menanam bahan baku utama gula pasir dan spritus tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan (Diperpautkan) Bantul, Pulung Haryadi menyebut turunnya animo masyarakat tersebut merupakan hal yang wajar, lantaran petani masa panen tanaman tebu cukup lama yakni mencapai sembilan bulan. Padahal komoditas pertanian ataupun perkebunan lain seperti cabai dan bawang hanya membutuhkan waktu dua hingga tiga bulan saja untul dipanen. tidak tertarik menanam komuditas dengan masa panen yang cukup panjang, sekitar 9 bulan. Selain itu, biaya tanam tebu kini dianggap lebih mahal daripada harga jualnya. Apalagi sekarang Harga Pokok Penjualan (HPP) di tingkat petani ditekan hingga Rp9.700.

Ekspedisi Mudik 2024

Lebih lanjut Pulung menuturkan pada 2017 ini, pihaknya menargetkan lahan tanam tebu di Bantul bisa mencapai angka 2000 hektare. Untuk mewujudkan target tersebut, Pulung menyatakan akan berupaya mencari terobosan untuk memanfaatkan lahan kritis yang selama ini tidak produktif bisa dimanfaatkan untuk lahan tebu. Ada beberapa kecamatan yang ditargetkan sebagai perluasan lahan tebu seperti Dlingo, Pundong, Imogiri, Sanden, dan Pajangan. “Kami akan coba manfaatkan lahan marjinal,” janjinya.

Terus berkurangnya lahan tebu di Bantul khususnya dan DIY secara keseluruhan berimbas pada penurunan produksi di PT. Madu Baru sebagai satu-satunya pabrik gula di wilayah DIY. Hal ini bahkan sudah terjadi sejak tiga tahun terkahir. Selama 2015 produksi gula mencapai 31.778 ton, lalu pada 2016 menurun menjadi 31.125 ton. Sedangkan 2017 ini produksi gula di pabrik yang berada di Kecamatan Kasihan, Bantul ini hanya mencapai angka 22.266 ton.

Usai Koordinasi Kesiapan Swasembada Gula 2019, Direktur Utama PT. Madu Baru, Rahmat Edi Cahyono mengakui produksi gula rakyat mengalami penurunan yang cukup drastis. Padahal kebutuhan gula di DIY selalu meningkat, terakhir kebutuhan gula DIY mencapai 40.000 ton/tahun. Kondisi ini menurutnya juga terjadi di banyak pabrik gula lain di daerah Jawa Timur dan Jawa Barat. Alasan utamanya adalah menyempitnya lahan tebu. “Rata-rata setiap tahun kita kehilangan lahan tebu sekitar 200 hektar,” terangnya.

Rahmat mengungkapkan sebelumnya area tanam tebu di DIY seluas 4.900 hektar, namun dalam setahun terakhir berkurang menjadi 4.700 hektar. Di Kabupaten Bantul lahan tebu berkisar di angka 1.075 hektar, sedangkan Kulonprogo seluas 750 hektar, Sleman 1.750 hektar dan sekitar 1000 hektar di Kabupaten Gunungkidul. Melihat kondisi ini, pihaknya tengah mencoba untuk memanfaatkan sejumlah lahan yang berada di Klaten, Jawa Tengah dan menjalin kerjasama dengan pihak Perhutani. Sebab menurutnya masih ada ribuan hektare lahan yang dapat dimanfaatkan untuk menanam tebu. “Tapi kita juga berusama mengoptimalkan lahan di DIY melalui pendampingan petani,” ucapnya.

Rahmat menambahkan penurunan produksi gula rakyat ini tidak serta merta akibat menyempitnya lahan tebu. Ia juga menegarai cuaca yang tidak menentu dan datangnya musim hujan yang menyebabkan gagal panen, punya andil di dalamnya. Karena cuaca yang tak menentu tersebut Rahmat menjelaskan dari batang tebu yang ditanam, hanya batang tebu primer yang dapat dipanen. Sedangkan batang tebu yang tumbuh kedua (tebu sekunder) dan yang tumbuh ketiga (tebu tersier) beratnya tidak mencukupi untuk memproduksi gula sesuai target karena rendemennya rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya