SOLOPOS.COM - Puluhan warga Dusun Sarirejo, Desa Sepat, Masaran, Sragen, berunjuk rasa sambil memblokade akses jalan menuju lokasi tambang galian C di wilayah setempat, Rabu (15/6/2016). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Pertambangan Sragen, warga Desa Sepat memblokade jalan menuju lokasi tambang galian C.

Solopos.com, SRAGEN--Ratusan warga Dusun Sarirejo, Desa Sepat, Masaran, Sragen, memblokade jalan menuju lokasi tambang galian C, Rabu (15/6/2016), yang ada wilayah setempat. Mereka memprotes digunakannya dana desa senilai Rp100 juta untuk membeton jalan menuju lokasi tambang itu.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pantauan Solopos.com di lokasi, puluhan warga membawa poster dan spanduk berisi ungkapan protes kepada kepala desa (kades) setempat. Aksi warga itu mendapat pengawalan sejumlah aparat polisi dari Polsek Masaran. Akibat blokade jalan itu, sejumlah truk yang akan mengangkut hasil tambang tidak bisa beroperasi.

Ekspedisi Mudik 2024

”Jalan itu selama ini jarang dimanfaatkan warga. Jalan itu dibangun untuk kepentingan bisnis tambang. Daripada digunakan untuk kepentingan pengusaha tambang, lebih baik dana desa senilai Rp100 juta itu digunakan untuk kepentingan masyarakat. Lebih baik dana itu dikembalikan kepada warga,” kata koordinator aksi Sugiyanto saat ditemui wartawan di lokasi.

Warga lainnya, Tri Setiawan mengatakan berdasar informasi dari panitia pembangunan desa yang beranggotakan 11 orang, Dusun Sarirejo RT 017 mendapat alokasi Rp100 juta dari dana desa. Namun, oleh kades setempat, dana itu diserahkan kepada pemborong yang mengerjakan pelebaran jalan akses menuju lokasi tambang.

”Jalan itu tadinya hanya selebar 3 meter. Sekarang lebar jalan ditambah 1-1,5 meter. Bahkan, ada tanah milik perorangan yang diserobot untuk pelebaran jalan tanpa ada konpensasi. Tanah itu milik enam warga,” terang Tri Setiawan.

Warga sekitar juga resah sejak beroperasinya lokasi tambang penggilingan batu dalam sebulan terakhir. Warga sekitar merasa tidak dimintai izin terkait berdirinya tambang pecah batu itu. ”Truk yang mengangkut hasil tambang pecah batu itu beroperasi hingga dini hari. Suara batu yang dipecah itu seperti letugas gunung sehingga mengganggu istirahat kami,” terang Tri.

Ditemui di kantornya, Kades Sepat Sahida Ahmad menganggap ada kesalahpahaman di kalangan warga. Sesuai rencana anggaran belanja (RAB), dana desa senilai Rp100 juta itu digunakan untuk melebarkan jalan menuju lokasi tambang.

Sahida menjelaskan jalan yang dibangun itu merupakan jalur utama milik desa yang sudah mati selama puluhan tahun. Bersama perusahaan tambang, dia berkomitmen untuk menghidupkan jalan utama yang sudah mati itu. Bukan sekadar untuk kepentingan perusahaan tambang, kata dia, tetapi juga warga sekitar.

”Dulu perusahaan hanya berencana memperbaiki jalan sepanjang 300 meter. Sekarang, perusahaan menambah panjang menjadi 1,1 km. Lebarnya menjadi 4,5 meter. Tinggi beton sampai 15 cm. Saya bangga dengan perusahaan yang berkomitmen untuk membangun jalan itu. Untuk itu, desa cukup memberi bantuan Rp100 juta,” terang Sahida yang menegaskan keberadaan tambang galian C dan pecah batu itu sudah legal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya