SOLOPOS.COM - Salah satu warga Desa Babadan, Sambi, (memegang mikrofon) memberikan usul soal tambang pengolahan batu yang menuai polemik, Selasa (31/10/2017). (Aries Susanto/JIBI/Solopos)

Warga Babadan, Boyolali, meminta perusahaan tambang galian C di desa mereka kosongkan lokasi.

Solopos.com, BOYOLALI — Tambang galian C di Desa Babadan, Sambi, Boyolali, menuai polemik. Setelah beroperasi lebih lima tahun, warga setempat meminta pengusaha tambang lekas mengosongkan lokasi dan segera angkat kaki dari desa tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu mencuat dalam mediasi antara pengusaha pengolahan batu dengan warga setempat di Balai Desa Babadan, Sambi, Selasa (31/10/2017). Mediasi yang dihadiri puluhan warga itu berlangsung alot.

Sebagian besar warga tak menghendaki keberadaan tambang pengolahan batu di Desa Babadan. Alasannya, warga terganggu kenyamanannya akibat eksplorasi tersebut.

Di sisi lain, pengusaha tambang tetap meminta izin penambangan dilanjutkan. Alasannya, saat ini pemerintah membutuhkan pasokan batu cukup banyak untuk mempercepat penyelesaian proyek nasional jalan bebas hambatan di Boyolali sebelum Lebaran 2018.

Penambang bahkan siap memberikan kompensasi kepada setiap warga terdampak Rp1 juta/bulan demi keberlangsungan usaha tambang. Namun, setelah melalui perdebatan panjang, permintaan penambang tak dikabulkan.

Warga memberi waktu tiga bulan kepada pengusaha tambang untuk merampungkan proyek dan mengosongkan lokasi. Selama tiga bulan itu, setiap warga terdampak menuntut kompensasi Rp500.000/bulan/keluarga, uang kompensasi secara umum Rp60 juta, serta membayar uang sewa lahan. “Kompensasi itu harus dibayar di muka. Ini tuntutan warga,” ujar salah satu warga, Saman.

Camat Sambi, Hari Harianto, yang hadir dalam mediasi itu sempat menyayangkan sikap sebagian warga yang berkeras tak mau mencari jalan tengah. Menurutnya, penambang sudah memiliki iktikad baik membayar uang kompensasi, mereklamasi lahan, dan membangun jalan.

Namun, tawaran pengusaha itu tak bisa diterima warga. “Yang saya sayangkan itu musyawarah mestinya cari mufakat, bukan menang-menangan, sehingga warga dan pengusaha juga sama-sama tak dirugikan,” terangnya.

Kepala Desa Babadan, Sri Suliswanto, menyerahkan hasil mediasi sepenuhya kepada warga. Menurutnya, tambang pengolahan batu itu sudah ada lebih lima tahun lalu dan berganti-ganti pengelola. PT Mineral Indo selaku penambang saat ini hanya melanjutkan proyek sebelumnya.

“Juni lalu izin sudah habis, namun warga tak menghendaki diperpanjang izinnya karena merasa terganggu,” ujar Suliswanto.

Sementara itu, Direktur PT Mineral Indo, Ary Supriyanto, mengaku mendapatkan perlakuan tidak adil dari warga setempat. Banyak perusahaan tambang ilegal yang dibiarkan beroperasi, sementara perusahaannya yang resmi justru dihalang-halangi beroperasi.

“Kenapa perusahaan kami yang legal dan berizin justru dihalang-halangi, sementara penambang lainnya yang ilegal justru dibiarkan. Saya minta keadilan,” ujar Ary saat berbincang dengan Solopos.com di Balai Desa Babadan, Sambi, Selasa.

Pengusaha tambang asal Solo ini mengungkapkan selama dia menjalankan eksplorasi dan pengolahan batu di sejumlah wilayah nyaris tak mendapatkan masalah berarti. Selain perizinan lengkap, perusahaan yang kini dipercayai memasok batu oleh PT Wika ini juga selalu membangun akses publik dan kompensasi sepadan kepada warga sekitar.

“Di Desa Ngaglik, Boyolali, saya bangun jalan sepanjang dua kilometer karena warga di sana men-support kami. Tenaga kerja lokal kami berdayakan,” jelasnya.

Ary mengatakan memang tak sedikit pengusaha tambang yang nakal. Mereka mengeruk pasir dan batu secara ilegal, lalu pergi begitu saja tanpa tanggung jawab. “Tapi, kami ini perusahaan legal dan punya surat izin komplet. Tapi anehnya, karyawan kami dihalang-halangi di tengah jalan raya, dipersusah menuju lokasi,” keluhnya.

Ary tak bisa menutupi rasa kecewanya saat warga berkukuh menolak keberadaan usahanya di Babadan. Bahkan, tawaran dia untuk membangun jalan, memberikan kompensasi Rp1 juta/bulan kepada warga terdampak juga ditolak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya