SOLOPOS.COM - Ilustrasi logo BPJS Kesehatan. (Solopos.com/Chelin Indra Sushmita)

Solopos.com, JAKARTA — Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia atau Persi meminta pemerintah untuk menetapkan tarif yang sesuai dengan biaya operasional rumah sakit terkait dengan rencana penerapan rawat inap kelas standar bagi peserta BPJS Kesehatan secara bertahap tahun depan.

Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Persi Daniel Wibowo mengatakan indeks tarif pembayaran klaim kepada rumah sakit tidak mengalami kenaikan yang signifikan selama delapan tahun belakangan di tengah kenaikan biaya beban layanan kesehatan.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

“Kalau kita lihat data historisnya unit biaya tarif rawat jalan dan inap selama 2015-2019 indeksnya tidak berubah. Artinya, yang diterima rumah sakit ini tidak naik bahkan selama perjalannya lebih banyak pembatasan-pembatasan untuk pasien jaminan kesehatan nasional [JKN],” kata Daniel melalui sambungan telepon, Minggu (12/12/2021) seperti dilansir Bisnis.

Pembatasan manfaat kepada peserta JKN itu, Daniel menambahkan, turut membatasi rumah sakit untuk memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Artinya akses layanan kepada pasien JKN yang menurun belakangan turut memengaruhi pendapatan rumah sakit.

Baca Juga: Lewati Krisis Pandemi Covid-19, Indonesia Disebut Masuk Masa Pemulihan 

“Selama ini rumah-sakit berusaha supaya tetap melayani pasien JKN seoptimal mungkin tapi kami khawatir kita tiba pada suatu titik pelayanan JKN tidak bermutu lagi tetapi justru rendahan karena biayanya yang terlalu ditekan,” kata dia.

Berdasarkan Buku Statistik JKN 2015-2019, rerata biaya satuan klaim per kunjungan pada kategori Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) tidak mengalami kenaikan yang signifikan setiap tahunnya.

Misalkan pada tahun 2015 rerata biaya satuan klaim pada kelas 1,2,3 sebesar Rp287.623. Pada tahun 2016 rerata biaya satuan klaim sebesar Rp286.121. Selanjutnya tahun 2017 biaya satuan klaim tercatat sebesar Rp296.777 sementara tahun 2018 sebesar Rp299.057. Belakangan, rerata biaya klaim pada tahun 2019 mencapai Rp304.261.

Tren yang sama juga terlihat dari distribusi rerata biaya satuan klaim per admisi rawat inap tingkat lanjut (RITL) menurut hak kelas perawatan selama delapan tahun. Rerata biaya satuan klaim seluruh kelas sebesar Rp4.710.827 pada tahun 2015.

Baca Juga: Perkuat Penegakan Hukum, LPS Gelar FGD Bareng BPR dan Kejaksaan Jateng

Berbasis Kebutuhan Dasar

Selanjutnya rerata itu turun menjadi Rp4.560.623 pada tahun 2016. Di sisi lain, rerata itu kembali mengalami kenaikan pada tahun 2017 menjadi Rp4.806.550 dan pada tahun 2018 mencapai Rp4.747.547. Rerata biaya satuan klaim itu menjadi Rp4.683.632 pada tahun 2019.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan tengah berfokus untuk menekan pembiayaan kesehatan yang dinilai relatif tinggi di tengah alokasi anggaran yang kecil setiap tahunnya. Arah kebijakan tahun 2022 bakal ditekankan pada pemanfaatan jaminan kesehatan nasional (JKN) berbasis pada kebutuhan dasar kesehatan atau KDK.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan pergeseran pemanfaatan JKN berbasis KDK itu bakal berprioritas pada upaya-upaya deteksi dini yang dilakukan secara intensif dan terintegrasi dengan jaminan kesehatan dari pemerintah.

“Transformasi [pada pembiayaan kesehatan] ini harus dilakukan karena kita memiliki alokasi anggaran yang terbatas untuk bidang kesehatan dibandingkan dengan negara-negara besar lainnya,” kata Dante saat membuka diskusi Indonesia Health Care Outlook 2022 secara daring, Rabu (8/12/2021).

Baca Juga: Inklusi Keuangan Terus Meningkat, Pemerintah Optimalkan Potensi Ponpes

Dante mengatakan perluasan skrining pada layanan primer dapat memotong beban pembiayaan fasilitas layanan kesehatan secara nasional. Misalkan, dia mencontohkan, deteksi dini pada gula darah dan HbA1c yang menyebabkan diabetes dapat mengurangi risiko penyakit ke tingkat lebih lanjut.

“Kalau skrining ini dilakukan dan ditemukan di stadium yang lebih rendah maka angka penangannya akan lebih murah dibandingkan kalau sudah punya berbagai macam komplikasi,” kata dia.

Perluasan skrining pada layanan kesehatan primer itu tertuang dalam KDK lewat penyusunan rancangan revisi Peraturan Presiden No 82 tahun 2018 dan Peraturan Menteri Kesehatan turunannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya