SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo. (Instagram/@jokowi)

Solopos.com, JAKARTA -- Langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Presiden Nomor 63/2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dikritik. Kebijakan wajib Bahasa Indonesia dinilai tidak rasional jika diterapkan di luar negeri.

Senagaimana diketahui, Presiden Jokowi baru saja menerbitkan Perpres tersebut yang mewajibkan pejabat negara termasuk presiden menggunakan bahasa Indonesia dalam pidato resmi di dalam maupun di luar negeri. Legitimasi aturan tersebut diteken Jokowi pada 30 September 2019 lalu. Baca juga: Isi Perpres 63/2019: Bandara Pun Wajib Pakai Bahasa Indonesia

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Analis komunikasi politik Universitas Telkom Dedi Kurnia Syah mengaku pesimistis terhadap implementasi kebijakan itu. Menurutnya Jokowi seolah kehabisan ide menerbitkan kebijakan yang sedang diperlukan dan krusial, hematnya mewajibkan pidato berbahasa Indonesia tidak rasional.

"Untuk pidato resmi di dalam negeri, masuk akal dan cukup baik sebagai simbol kedaulatan bahasa. Tetapi ketika wajib juga digunakan di luar negara, ini semacam kebijakan putus asa. Jangan sampai kebijakan ini muncul hanya sebagai pembenar ketidakcakapan pejabat publik berbahasa internasional," katanya di Jakarta, Rabu (9/10/19).

Dia menambahkan, relasi internasional perlu dibangun dan bahasa merupakan salah satu unsur penting perekatnya. Menurutnya, kebijakan ini tidak seharusnya ada.

"Dengan aturan ini, pejabat publik yang cakap berbahasa internasional akan terganggu, tentu menjadi tidak leluasa, terlebih jika penerjemah tidak memiliki pengetahuan yang setara dengan orator, hematnya Presiden perlu mempertimbangkan kebijakan ini," terangnya. Baca juga: Indo Barometer: Pencalonan Gibran Terbaca Politik Dinasti Jokowi

Lebih lanjut, Dedi khawatir jika kebijakan ini justru bermuatan politis, semisal untuk membatasi pejabat daerah yang sering berinteraksi dengan negara-negara lain dan fasih berbahasa internasional.

"Semoga saja tidak demikian, bagaimanapun menunjukkan jika kita bisa berbahasa internasional itu baik untuk relasi internasional, presiden boleh berbahasa Indonesia dalam pidato resmi, tetapi tidak perlu wajib, kecuali di dalam negara sendiri" tutup Dedi.

Baca juga: Nasdem Dukung Anies Baswedan 2024, PDIP: Jokowi Saja Belum Dilantik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya