SOLOPOS.COM - Wisatawan menggunakan skuter listrik berkeliling kawasan Keraton Solo, Rabu (22/12/2021). (Annisa Haryanti)

Solopos.com, SOLO — Sama-sama terlahir dari Dinasti Mataram, Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta punya nasib berbeda. Yogyakarta ditetapkan jadi Daerah Istimewa, sementara Surakarta tidak. Pernah bersatu dalam naungan Kerajaan Mataram Islam, Surakarta dan Yogyakarta terpecah setelah Perjanjian Giyanti diteken pada 13 Februari 1755. 

Dua tahun berselang, Kesunanan Surakarta terpecah menjadi Keraton Solo dan Pura Mangkunegaran. Ini terjadi setelah Perjanjian Salatiga pada 17 Maret 1757. Perjanjian itu sekaligus mengakhiri pemberontakan Raden Mas Said yang bergelar Pangeran Sambernyawa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kesultanan Yogyakarta kemudian juga terpecah setelah kemunculan Pura Pakualaman sebagai imbas dari Perjanjian Tuntang pada 18 September 1811. Perjanjian itu konon dilatarbelakangi keinginan Inggis memecah belah Kesultanan Yogyakarta.

Selepas Indonesia merdeka, Kesunanan Surakarta, Praja Mangkunegaran, Kesultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Paku Alaman sama-sama mengeluarkan maklumat kepada Presiden Soekarno. Mereka mendukung kemerdekaan dan menyatakan berdiri di belakang Republik Indonesia. Sejarah lengkap bisa dibaca di Jogja Jadi Daerah Istimewa Tapi Solo Tidak, Begini Cerita Sejarahnya.

Seorang raja memiliki istri lebih satu merupakan sebuah hal lumrah. Bukan hanya untuk pemuas kebutuhan seksual, memiliki banyak istri bagi seorang raja menjadi bagian dari identitas politik kekuasaan. Seorang raja membutuhkan ramuan khusus untuk tampil prima di ranjang.

Umumnya raja pemenang perang akan mengawini anak perempuan raja atau penguasa yang dikalahkan. Hal itu dimaknai bahwa seorang raja telah menjinakkan lawannya. Pernikahan bagi seorang raja juga biasa dilakukan untuk memperkuat hubungan baik antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lain. Pernikahan ini dilakukan untuk memperkuat politik persaudaraan. Selengkapnya bisa dibaca di Resep Rahasia Kejantanan Para Raja Jawa.

Larangan siswa mengikuti sekolah tatap muka karena belum divaksinasi Covid-19 melanggar UUD 1945. Puluhan orang tua siswa di Padang melaporkan pengelola sekolah dan Dinas Pendidikan setempat ke Ombudsman perwakilan Sumatera Barat setelah anak mereka dilarang mengikuti pembelajaran tatap muka karena belum mengikuti vaksinasi Covid-19.

Mereka melapor kepada Ombudsman karena anak-anak tidak mendapatkan hak untuk belajar. Seharusnya jika memang orang tu tidak mengizinkan anak divaksinasi, anak tetap bisa belajar di rumah secara daring, namun yang terjadi pengelola sekolah menyuruh orang tua mengajar anak mereka sendiri. Data lengkap bisa dibaca di Larangan Siswa Ikut PTM karena Belum Divaksin Langgar Perpres dan UUD.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengevaluasi pendekatan keamanan yang diterapkan pada proses pelaksanaan proyek strategis nasional pembangunan Bendungan Bener.

Pembangunan Bendungan Bener di wilayah Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah itu berekses harmoni kehidupan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, rusak bahkan hancur berkeping-keping.

Desa Wadas sebenarnya bukan bagian tapak pembangunan Bendungan Bener. Desa Wadas hanya bagian dari proses pembangunan Bendungan Bener. Dalam proses pembangunan bendungan itu ada kebutuhan batu andesit sebagai material utama. Berita lengkap bisa dibaca di Komnas HAM Soal Desa Wadas: Gunakan Pendekatan Berbasis Kebutuhan Warga.

Masalah pokok yang menjadi sumber konflik di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah adalah penetapan pembangunan Bendungan Bener sebagai proyek strategis nasional atau PSN dalam Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Proyek Strategis Nasional.

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) melalui keterangan pers yang dipublikasikan pada Jumat (11/2/2022) mengemukakan beberapa catatan penting. ICEL merekomendasikan pemerintah segera mengevaluasi proyek strategis nasional yang tidak partisipatif dan potensial merusak lingkungan.

Konflik di Desa Wadas merupakan konsekuensi dari penetapan proyek strategis nasional yang tidak partisipatif dan berdampak buruk secara luas bagi lingkungan hidup. Proyek strategis nasional yang selama ini ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah tanpa membuka ruang partisipasi masyarakat terbukti telah menimbulkan konflik berkepanjangan. Duduk perkara bisa dibaca di Harmoni Rusak di Desa Wadas Momentum Mengevaluasi Proyek Strategis.

Konten-konten premium di kanal Espos Plus menyajikan sudut pandang khas dan pembahasan mendalam dengan basis jurnalisme presisi. Membaca konten premium akan mendapatkan pemahaman komprehensif tentang suatu topik dengan dukungan data yang lengkap. Silakan mendaftar terlebih dulu untuk mengakses konten-konten premium di kanal Espos Plus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya