SOLOPOS.COM - Ilustrasi menikah. (Freepik.com)

Solopos.com, BOYOLALI – Kasus pernikahan dini di Boyolali yang diukur berdasarkan banyaknya pengajuan dispensasi pernikahan di Kabupaten Boyolali mengalami tren penurunan dari 2020 ke 2021.

Pada 2020 tercatat 458 pengajuan dispensasi nikah, kemudian pada 2021 turun menjadi 334 pengajuan dispensasi nikah. Sementara penolakan dispensasi nikah bertambah dari 13 menjadi 49.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Boyolali, Arief Rokhman, mengungkapkan tak hanya pengajuan dispensasi pernikahan yang turun, tapi juga penolakan dispensasi nikah juga meningkat.

“Pada 2020, dari 458 pengajuan dispensasi [pernikahan dini di Boyolali], yang ditolak ada 13. Kemudian, pada 2021, dari 334 pengajuan dispensasi nikah ada 49 [yang ditolak],” jelasnya kepada Solopos.com, Jumat (16/9/2022).

Lebih lanjut, Arief menjelaskan biasanya pengajuan dispensasi nikah yang disetujui adalah yang bersifat darurat seperti hamil di luar nikah.

Baca juga: 149 Anak Karanganyar Ajukan Dispensasi Nikah, Mayoritas karena Hamil Duluan

Akan tetapi, Arief tidak memungkiri hal tersebut tidak bisa disama-ratakan. Setiap majelis hakim memiliki pertimbangan sendiri pada setiap perkara.

“Batasan pernikahan dini menurut undang-undang yang terbaru pada tahun 2019, usia minimalnya ada 19 tahun baik untuk cewek dan cowok,” kata dia.

Arif mengungkapkan bagi calon pengantin (catin) yang berusia di bawah 19 tahun dan ingin mengajukan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA), maka akan ditolak.

Agar bisa menikah, lanjut Arief, maka catin yang ditolak KUA harus mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama setempat.

Dalam wawancara terpisah, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Boyolali, Ratri S. Survivalina, mengungkapkan terdapat program untuk mencegah pernikahan dini.

Baca juga: Hukum Adat buat Wanita Hamil di Luar Nikah

“Jadi kami itu kampanye kepada anak-anak remaja dan membentuk PIKR [Pusat Informasi dan Konseling Remaja]. Jadi itu bagian dari bina keluarga remaja,” terangnya saat dijumpai Solopos.com, Sabtu (17/9/2022).

Ratri menceritakan di dalam PIKR akan dibahas tuntas mengenai permasalahan remaja seperti pacaran sehat, pernikahan dini, menjaga organ reproduksi, tanda seseorang sudah akil balig, dan isu-isu terkini tentang remaja.

Ia menjelaskan PIKR banyak dibentuk di sekolah-sekolah, termasuk sekolah di Kecamatan Selo yang memiliki tingkat pernikahan dini tertinggi se-Boyolali.

“Di Selo juga sudah kami bentuk, dan sebenarnya anak-anak di sana juga sudah berkesadaran tinggi. Namun, di sana kami masih belum bisa menembus kuatnya pengaruh budaya [untuk pernikahan dini],” kata dia.

Lebih lanjut, Lina menceritakan saat pencanangan sekolah ramah anak di SMKN 1 Selo, para siswa membuat drama terkait permasalahan budaya yang menjadikan tingginya pernikahan dini di Selo.

Baca juga: Waspada Pernikahan Dini di Boyolali! Bisa Sebabkan Bayi Lahir Stunting

“Mereka juga jujur mengakui jika murid-murid di sekolahnya tiap tahun itu bukannya tambah malah berkurang. Berkurangnya karena apa? Ya karena pernikahan dini itu,” jelasnya.

Selain program PIKR untuk mencegah pernikahan dini di Boyolali, Ratri juga mengatakan terdapat Forum Anak yang bertugas untuk mengedukasi anak-anak.

Seusai dengan program Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, PIKR dan Forum Anak di Boyolali, jelas Lina, digunakan untuk saling mengingatkan satu sama lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya