SOLOPOS.COM - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kanan) berbincang dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai meluncurkan program Pendidikan Vokasi Industri wilayah Jateng-DIY di Bawen, Kabupaten Semarang, Jateng, Jumat (21/4/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra)

Permendikbud tentang Hari Sekolah memang akan diganti Perpres. Namun, tak ada jaminan bahwa full day school dibatalkan.

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menerbitkan peraturan presiden (perpres) yang sekaligus membatalkan Permendikbud No. 23/2017 tentang Hari Sekolah atau full day school (FDS). Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menghargai keputusan itu, namun menilai keputusan itu tak ada artinya jika masih memberlakukan full day school.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Sikap Presiden kami apresiasi. Tetapi terkait rencana menata ulang, kalau ruhnya tetap full day school, bagi kami sama saja,” kata Ketua PBNU Robikin Emhas dalan pernyataan tertulisnya di Jakarta, Senin (19/6/2017).

Robikin setuju dan mendukung upaya penguatan karakter pelajar di Indonesia. Nilai relegiusitas, rasa nasionalisme, sikap menghargai kebhinekaan, dan menjunjung tinggi persatuan, menurut dia, memang harus ditanamkan sejak dini, namun bukan lewat full day school.

“Sebab inilah yang akan menangkal kemungkinan berkembangnya paham-paham radikalisme pada generasi muda bangsa ini. Melalui pendidikan karakter pelajar harus dijauhkan dari paham radikalisme,” kata dia.

Selain itu, mantan Ketua Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) ini mengatakan hak-hak tumbuh-kembang anak harus menjadi tujuan utama lahirnya kebijakan. “Jangan ada yang berpikir tidak terserapnya anggaran tunjangan profesional guru solusinya disimplifikasi menjadi kebijakan full day school,” tegas Robikin.

Terpenting dari sikap Presiden Jokowi terkait pembatalan Permendikbud ini, imbuh Robikin, adalah mengenai komitmen yang disampaikannya soal penguatan posisi madrasah diniyah. “Komitmen Presiden ini perlu dikawal lebih lanjut agar terealisasi dalam wujud kebijakan,” kata dia.

Namun, melihat dasar hukum kebijakan tersebut, full day school masih mungkin akan jadi pilihan bagi pemerintah. Pasalnya, kebijakan full day school merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2017 tentang Beban Tugas Guru. Dalam hierarki produk hukum Indonesia, PP lebih tinggi daripada Perpres. Baca juga:
Batalkan Permendikbud Full Day School, Presiden Terbitkan Perpres.

Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan kebijakan ini secara otomatis mengalihkan beban pekerjaan guru yang semula diukur atas dasar jumlah mengajar, yaitu minimal 24 jam per pekan, menjadi 40 jam per pekan. Baca juga: Kebijakan 5 Hari Sekolah Mulai Juli 2017, Madrasah Diniyyah Terancam Mati.

Hal itu tertuang dalam pasal 52 ayat (2) PP tersebut. “Beban kerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam I (satu) minggu,” sebut aturan tersebut.

Aturan jam sekolah dalam beleid tentang Beban Tugas Guru itu kemudian diturunkan dalam Peraturan Mendikbud No. 23/2017 tentang Hari Sekolah yang ditandatangani Mendikbud pada 12 Juni 2017. Pasal 2 ayat (1) Permendikbud tersebut menyebutkan sekolah dilaksanakan selama 8 jam sehari selama lima hari.

“Hari Sekolah dilaksanakan 8 (delapan) jam dalam 1 (satu) hari atau 40 (empat puluh) jam selama 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu,” bunyi aturan tersebut. Jadi, apakah Presiden Jokowi juga akan mengganti PP No. 19/2017 tentang Beban Tugas Guru?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya