SOLOPOS.COM - Maria Y. Benyamin (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO — Tawaran menggiurkan itu datang di pagi hari. Melanie hanya harus menyetor Rp40.600.000 dan langsung memperoleh cashback 10% saat itu juga. Hari berikutnya, uang sebesar Rp2.018.000 dipastikan akan masuk ke rekeningnya. Setiap hari. Selama 200 hari.

Hati Melanie bimbang. Satu sisi, dia masih ragu. Masih terngiang cerita tentang teman atau rekannya yang harus “gigit jari” akibat investasi tak jelas alias bodong.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sisi lain, iming-iming imbal hasil yang fantastis membuatnya mulai tergoda. Apalagi, beberapa orang terdekatnya, sudah meraup untung. Melani tak hanya mendengar cerita soal ini. Dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri deretan angka Rp2.018.000 yang tercetak pada buku tabungan. Siapa yang tak tergiur?

Namun, untung masih berpihak pada Melanie. Setelah sepekan maju mundur meng-install aplikasi investasi yang dimaksud, sebuah kabar merebak. Beberapa orang yang diketahui telah “terjebak” dalam investasi itu, dengan setoran awal beragam, mendadak kalut. Bonus harian yang dijanjikan tak muncul. Tak ada uang yang masuk di rekening.

Kekalutan makin menjadi. Aplikasi itu mendadak tak aktif. Pantauan terakhir, aplikasi investasi tersebut masih nangkring di PlayStore. Tentu saja, yang muncul hanya logonya saja.

Melanie beruntung. Tidak dengan sejumlah orang yang dikenalnya. Yang buntung gegara iming-iming investasi yang tentu saja tak masuk akal. Padahal, sebagian di antaranya tergoda berinvestasi, untuk mendapat untung tinggi, guna menutup utang. Alih-alih melunasi utang, tak sedikit yang kemudian terjebak pada utang baru.

***

Patah satu tumbuh seribu. Inilah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan perkembangan investasi ilegal di Tanah Air. Hari ini ditindak, besok muncul lagi dengan nama lain. Hari ini aplikasinya dibekukan, beberapa hari kemudian, muncul aplikasi lain.

Alhasil, agak susah menghitung jumlah entitas investasi ilegal saat ini. Pasalnya, pergerakan mereka pun susah terdeteksi. Kalaupun akhirnya aktivitasnya tercium, itu semata-mata karena “teriakan” dari masyarakat yang jadi korban.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing mengakui hal itu. Masyarakat biasanya baru “teriak” ketika mereka rugi. Pada saat masih mendapatkan untung, kebanyakan justru diam saja.

Satgas Waspada Investasi (SWI) mencatat dalam enam tahun terakhir, jumlah investasi ilegal yang dihentikan cukup banyak. Pada 2017, tercatat ada 79 entitas yang dihentikan, meningkat menjadi 106 entitas pada 2018, 442 entitas pada 2019, dan menurun menjadi 347 entitas pada 2020 dan 98 entitas pada 2021.

Tahun ini, sepanjang enam bulan pertama, tercatat ada 48 investasi ilegal yang sudah dihentikan. Penurunan jumlah itu diakui Tongam bisa mencerminkan dua hal. Aktivitas investasi ilegal sudah berkurang seiring dengan maraknya penegakan di lapangan, atau bisa juga banyak masyarakat yang enggan “bersuara” karena malu setelah tertipu.

Data SWI lainnya menunjukkan hingga Mei 2022, platform ilegal yang berhasil diblokir SWI mencapai 1.120 platform entitas investasi ilegal, 3.989 entitas pinjaman online atau pinjol ilegal, dan 165 entitas gadai ilegal.

SWI juga mencatat, kerugian masyarakat karena adanya investasi bodong tersebut mencapai Rp117,4 triliun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Dari catatan Bisnis Indonesia, sejumlah investasi bodong berkedok robot trading, antara lain Fahrenheit, DNA Pro, dan binary option seperti Binomo, menelan korban yang tidak sedikit.

Robot trading DNA Pro misalnya, memakan jumlah korban hingga 200 orang, yang menanamkan dana investasi mulai dari Rp9 juta hingga Rp2,3 miliar. Total kerugian diperkirakan mencapai Rp29 miliar. Adapun, robot trading Fahrenheit mencapai 550 orang dengan nilai total kerugian Rp480 miliar. Binary option Binomo yang cara mainnya mirip seperti judi juga memakan ratusan korban. Investasi bodong ini menelan 118 korban dengan kerugian total senilai Rp72,13 miliar.

Lain halnya pula dengan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), yang mensinyalir tahun lalu, sekitar 1.222 situs web perdagangan berjangka komoditi ilegal. Situs-situs itu telah dibekukan untuk tidak merugikan masyarakat.

Seruan untuk menjauhi platform investasi bodong dan ilegal sebetulnya sudah sering digaungkan. Namun, tetap saja masih ada yang terjebak di dalamnya.

Padahal, ciri-ciri investasi ilegal sudah cukup jelas, mulai dari janji keuntungan yang tidak wajar dalam waktu cepat, bonus perekrutan anggota baru, hingga pemanfaatan tokoh masyarakat, tokoh agama, public figure untuk menarik minat investasi.

Ciri lainnya, kebanyakan investasi ilegal itu mengklaim tanpa risiko dan tidak memiliki izin usaha. Kalaupun memiliki izin kelembagaan dan izin usaha, kegiatan yang dijalankan tidak sesuai dengan izinnya.

Menjamurnya investasi ilegal tersebut juga dipicu oleh tingkat literasi masyarakat yang masih rendah. Alhasil, masyarakat dengan mudahnya tergiur iming-iming imbal hasil yang tinggi.

Perilaku masyarakat yang menginginkan untung tinggi dalam waktu cepat alias instan, tanpa perlu kerja keras, juga turut menyuburkan investasi ilegal. “Perilaku instan ini dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab, apalagi saat ini mudah sekali untuk bikin aplikasi, web, dan penawaran lewat media sosial,” ujar Tongam.

Satu hal yang pasti, investasi bodong atau ilegal itu berdiri di atas tahta money game, yaitu “hanya” memutar uang para pengguna aplikasi investasi itu. Mereka menciptakan sebuah aplikasi ataupun web, yang disebut investasi, lalu menarik anggota sebanyak-banyaknya.

Baik SWI maupun Bappebti sepakat, produk yang dijual, entah itu dalam bentuk produk riil siap pakai, maupun komoditi seperti kripto, hanyalah kedok untuk meyakinkan anggota bahwa aplikasi dan serentetan bisnis di belakangnya berdiri di atas investasi yang riil, di pasar yang sangat menjanjikan.

Keuntungan yang diperoleh anggota adalah dari investasi anggota baru. Jadi, keberlangsungan investasi itu berasal dari member get member, yang dengan sukarela menanamkan sejumlah uangnya, lalu dipakai oleh para pendiri aplikasi itu untuk menciptakan sebuah “permainan harapan” (game of dream), terutama berhubungan dengan pengembalian keuntungan yang tinggi.

***

Anda tentu masih ingat Squid Game, serial Korea menggemparkan yang diangkat dari kisah klise akar rumput. Ada 456 orang yang sedang terhimpit utang– menggambarkan juga fenomena lilitan utang di dunia riil–dan harus berjuang melunasi utang-utangnya itu. Secara sukarela mereka direkrut untuk mengikuti ajang permainan tradisional di masa kecil.



Survival game, karena taruhannya adalah kematian tragis. Setiap kali ada yang gagal melewati atau menyelesaikan permainan pada fase tertentu, kematian adalah taruhannya. Sementara itu, bagi yang menang, yang dijanjikan adalah hadiah sebesar 45,6 miliar won atau US$38,4 juta. Utang yang melilit seketika bisa lunas dan sang pemenang boleh menyandang status financial freedom.

Dari semua pesan moral yang dapat dipetik dari Squid Game, mari menarik benang merah di antara kata-kata kunci ini: permainan, lilitan utang, dan kebebasan finansial.

Hidup itu sebuah permainan. Sebuah labirin raksasa. Film The Maze Runner, yang diangkat dari novel dengan judul yang sama karya James Dashner, mempertontonkan sebuah lorong raksasa yang tiada akhir. Namun, orang-orang harus memilih lorong mana yang dipilih, dan di sanalah dia harus “bermain” untuk mempertahankan hidupnya. Di setiap langkah, kita harus memutuskan, permainan jenis mana yang ingin kita mainkan. Pada labirin mana.

Hanya ada dua pelaku dari setiap permainan. Pelaku yang bermain dan pelaku yang dipermainkan. Selebihnya, akan disebut sebagai penonton dan yang lainnya adalah pemilik dari permainan itu.

Pelaku yang bermain, tahu dengan baik cara-cara menaklukkan permainan. Pelaku yang dipermainkan adalah para korban. Yang bermain dengan segala ketidaktahuan, yang datang untuk menjadi victims.

Merekalah jumlah terbesar dari setiap permainan. Para pemain dan pemilik permainan mengambil keuntungan dari permainan itu, dan para penonton siap-siap untuk memutuskan: menjadi pemain, pemilik, atau korban selanjutnya.

Mereka yang mendirikan aplikasi berkedok investasi bodong menciptakan permainan dan mengeksplorasi kesenangan dasariah manusia, yang haus akan kemenangan. Sekali untung, dua kali untung, dan akhirnya terbuai masuk dalam perangkat labirin kesenangan itu.

Kebebasan finansial adalah ultimate goal dari permainan ilegal itu. Semua utang hidup akan dengan mudah terbebaskan. Dengan investasi sekecil-kecilnya. Mind game. Sayangnya, ultimate goal itu hanya sebuah tiruan, yaitu tiruan harapan, dan di sanalah kedok itu hadir.

Sayangnya pula, setiap permainan selalu ada risiko. Game of Thrones, sebuah perebutan akan kemenangan. Dan risiko yang lebih besar akan mendatangkan kepuasan yang lebih besar.

Oleh karena itu, untuk tampil sebagai sang pemenang, kita perlu mempelajari setiap risiko. Menguasai risiko. Menjadi sungguh-sungguh seorang pemain dan tampil sebagai juara sejati. Lain daripada itu adalah bodong!

Esai ini ditulis Maria Y. Benyamin, jurnalis Bisnis Indonesia, bisa dihubungi melalui alamat surel maria.benyamin@bisnis.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya