SOLOPOS.COM - Ilustrasi daging kurban. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO — Melakukan melakukan kurban sangat dianjurkan bahkan hukumnya sunah muakad bagi muslim yang mampu.

Ibadah kurban mengandung banyak keutamaan dalam kehidupan sosial manusia, sebab tidak hanya berkaitan dengan penghambaan kepada Allah, tapi juga sarana untuk saling berbagi antarsesama.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Saat musim kurban, seluruh elemen masyarakat Muslim bersama-sama menikmati hidangan dengan penuh suka cita. Distribusi daging kurban tidak hanya dirasakan orang miskin, orang kaya juga turut serta menerimanya.

Namun, tahukah Anda ternyata ada perbedaan hak penerimaan antara kurban yang diterima orang kaya dan miskin?

Berikut ini penjelasannya seperti dikutip dari nu.or.id, Selasa (12/7/2022).

Baca Juga: Kisah Disnakkan Boyolali Temukan Tiger Heart hingga Ternak tanpa SKKH

Ulama Syafi’iyyah menegaskan bahwa kurban yang diterima orang miskin berstatus tamlik (memberi hak kepemilikan secara penuh).

Kurban yang diterima mereka menjadi hak miliknya secara utuh. Oleh karenanya, ia diperbolehkan mengalokasikan kurban yang diterimanya secara bebas, dengan menjual, menghibahkan, menyedekahkan, memakan, menyuguhkan kepada tamu, dan lain sebagainya.

Sementara kurban yang diterima orang kaya tidak menjadi hak miliknya secara utuh, ia hanya diperbolehkan menerima kurban untuk alokasi yang bersifat konsumtif, tidak diperkenankan mengalokasikannya untuk alokasi yang bersifat memindahkan kepemilikan secara penuh dan bebas.

Oleh karenanya, orang kaya hanya diperkenankan memakan dan memberikan kepada orang lain untuk dimakan saja, seperti disuguhkan atau disedekahkan kepada tamu. Tidak diperbolehkan bagi orang kaya menjual, menghibahkan, mewasiatkan, atau alokasi serupa yang memberikan hak penuh kepada pihak yang diberi.

Baca Juga: Mantap! Daging Kurban di Salatiga Disalurkan Berbentuk Rendang & Kornet

Hikmah dari pembatasan ini adalah agar distribusi daging kurban tidak dimonopoli untuk kepentingan orang kaya, sebab mereka pada dasarnya tidak perlu dibantu. Pihak yang justru paling berhak mendapat bantuan adalah orang miskin. Oleh karenanya, fuqaha menandaskan, “inna ghâyatahu ka hâlil mudlahhi” (orang kaya penerima sedekah kurban seperti orang yang berkurban).

Menurut Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli, yang dimaksud orang kaya dalam konteks ini adalah orang yang tidak halal menerima zakat, yaitu orang yang memiliki harta atau pekerjaan yang mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Dari keterangan al-Ramli ini bisa dipahami, orang miskin dalam konteks penerima sedekah kurban adalah berkebalikan dari standar kaya di atas, yaitu orang yang aset harta dan pekerjaannya tidak mencukupi kebutuhannya dan keluarganya.

Penjelasan di atas berdasarkan referensi berikut ini:

“Bagi orang fakir boleh memanfaatkan kurban yang diambil (secara bebas) meski dengan semisal menjualnya kepada orang Islam, sebab ia memilikinya. Berbeda dari orang kaya, ia tidak diperkenankan menjualnya, tetapi ia hanya diperbolehkan mengalokasikan kurban yang diberikan kepadanya dengan semisal makan, sedekah, dan menghidangkan meski kepada orang kaya, sebab puncaknya ia seperti orang yang berkurban itu sendiri. Keterangan ini disampaikan dalam kitab al-Tuhfah dan al-Nihayah.”

“Al-Imam al-Ramli menduga yang dimaksud orang kaya adalah orang yang haram menerima zakat. Berkata Syekh Ba’asyin, pendapat yang menyatakan bahwa orang-orang kaya berhak memanfaatkan (tasaruf) kurban semaunya adalah pendapat yang lemah, meski ulama memanjangkan argumen untuk mendukungnya,” (Syekh Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 549).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya