SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Perdagangan manusia, pelaku kejahatan sangat rapi dan tertutup rapat dalam menjalankan bisnis trafficking.

Solopos.com, SOLO–Terbongkarnya kasus perdagangan anak dengan korban belasan anak asal Soloraya diduga melibatkan pelaku kejahatan lintas provinsi dan negara. Hal itu terlihat dari cara pelaku kejahatan yang cukup rapi dan tertutup rapat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Aktivis Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Solo, Nur Hidayah Idris, mengatakan seorang anak perempuan korban perdagangan anak di kawasan Barong Tongkol, Kutai Barat, Kaltim, mengaku mengalami tekanan psikis, fisik, serta kekerasan seksual. Hal itu terbukti dari bekas memar di pinggang korban, hasil visum alat vital korban, serta pengakuan korban selama di Kaltim.

Tak hanya itu, pelaku kejahatan juga mengaburkan identitas para korban. Bukan saja nama dan tempat tinggal mereka yang diganti, usia mereka yang masih di bawah umur pun diganti menjadi usia di atas 20 tahun. “KTP anak-anak ini diganti semua. Nama korban asal Solo ini diganti Bella agar ‘menjual’. Usianya diganti 23 tahun, padahal masih 16 tahun,” paparnya saat ditemui Solopos.com di sela-sela pemeriksaan di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Mapolresta Solo, Selasa (17/5/2016).

Korban bernama palsu Bella itu adalah warga Kecamatan Serengan. Dia masih duduk di bangku SMP salah satu sekolah swasta di Kota Solo.

Penggantian usia korban di KTP diduga untuk melepaskan jeratan hukum pelaku dari Undang-Undang (UU) No. 35/2014 tentang Perubahan atas UU No. 23/ 2002 Tentang Perlindungan Anak. Adapun penggantian nama di KTP, untuk menghilangkan jejak korban dari intaian aparat hukum. “Ini sindikat lintas provinsi dan negara. Modusnya sangat rapi dan tertutup,” papar Aktivis Spekham Solo, Achmad Bachrudin Bakri.

Bachrudin melanjutkan pelaku kejahatan ini juga menyita semua handphone para korban. Pelaku lantas mengganti ponsel para korban dengan ponsel model lama yang hanya bisa untuk mengirim pesan pendek kepada orang-orang tertentu saja. “Makanya, ketika kami tanya adakah foto lokasi atau wajah temannya, korban tak bisa menunjukkan karena ponselnya disita,” paparnya.

Tak hanya itu, lanjut Bachrudin, para korban juga ditempatkan di sebuah hiburan malam yang yang terisolasi. Jarak lokasi hiburan malam dari bandara terdekat ialah 12 jam perjalanan tranportasi darat. Selain itu, jalan raya menuju lokasi adalah sangat tak layak. “Berdasarkan keterangan korban, jalan aspalnya sudah hancur, melewati hutan panjang dan tak ada rumah warga. Yang ada hanya deretan tempat hiburan malam,” paparnya.

Setiap harinya, anak-anak itu tinggal di dalam tempat hiburan malam. Di dalamnya ada sejumlah kamar khusus mereka di mana satu kamarnya dihuni oleh delapan anak. Mereka tak boleh keluar tanpa seizin petugas. “Korban ini bisa pulang karena dia memang tipikal anak keras. Jadi, dia selamat. Tapi teman-temannya enggak ada yang berani pulang,” sambungnya.

Terkait gaji, tambahnya, anak-anak tak boleh menerima uang secara langsung dari tamu. Uang gaji akan diberikan di akhir bulan sesuai dengan kemauan bos.

Ditanya soal modus yang dipakai pelaku, kata Bachrudin, pelaku mengiming-imingi korban sebuah pekerjaan ringan dengan gaji tinggi. Selain itu, mereka juga diiming-imingi mendapatkan uang transportasi pesawat pulang pergi, tempat tinggal, serta uang makan, dan kemudahan lainnya. “Para korban termakan bujuk rayu pelaku. Mereka lantas dikumpulkan di penampungan sebelum diberangkatkan,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya