SOLOPOS.COM - Ilustrasi mengakses situs gelap. (Freepik)

Solopos.com JAKARTA-– Percepatan transformasi digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ingatkan untuk mewaspadai risiko serangan cyber.

Ketua dewan komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan OJK saat ini mewaspadai beberapa potensi penyalahgunaan teknologi ini untuk keuntungan kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan cyber.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dan juga dapat kami sampaikan bahwa secara global satu dari empat serangan cyber atau 25,3 persen terjadi di sektor jasa keuangan selama pandemi,” ujar Wimboh dalam Midyear Economic Outlook Bisnis Indonesia Selasa (6/7/2021) seperti dilansir Bisnis.com.

Baca Juga: Kini 10 Stasiun KA Layani Vaksinasi Covid-19, Ini Daftarnya

Wimboh pun mengatakan dengan adanya migrasi pola kerja dari Work from Office( WFO) ke Work From Home (WFH) menjadikan data – data sektor keuangan lebih terbuka dalam resiko serangan cyber.

“Ini juga patut diwaspadai bagaimana traffic informasi itu sangat hectic di cyberspace ini juga bisa menimbulkan ada kaitanya dengan besarnya risiko cyber,terutama di sektor keuangan” jelas Wimboh

Wimboh pun menutup dengan menjelaskan informasi yang berada sektor keuangan itu highly confidential dan bisa dimanfaatkan orang-orang tidak bertanggung jawab.

Baca Juga: Antam Turun Lagi Sis, Simak Harga Emas Pegadaian Rabu 7 Juli 2021

Manajemen Risiko

Industri perbankan memang menjadi incaran paling utama cyber attack selama masa pandemi. Chairman Banker for Risk Manajemen (BARa) sekaligus Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ahmad Siddik Badruddin menyampaikan perbankan terus memperkuat tata kelola manajemen risiko selama masa pandemi tahun lalu.

Bahkan, upaya mitigasi justru semakin gencar seiring dengan meningkatnya intensitas penyerangan siber di tengah transformasi digital yang dilakukan banyak bank.

“Industri perbankan masih menjadi industri paling disasar untuk serangan siber dengan indeks 23%. Perbankan berhubungan langsung dengan data, dan jumlah simpanan masyarkat. Setelah perbankan baru industri manufaktur dan energi,” sebutnya dalam webinar Katadata, belum lama ini seperti dilansir Bisnis.com.

Dia menyampaikan variasi serangan yang paling sering adalah ransomware, yang indeksnya meningkat menjadi 23% pada 2020 dari sebesar 20% pada 2019.

Baca Juga: Kalahkan K-Pop, Industri Game Online Lebih Menguntungkan bagi Korsel

Serangan ini berupaya untuk melakukan enkripsi dan pencurian data sehingga dapat diakses oleh pelaku dengan tujuan meminta tebusan finansial.

Kemudian, serangan data thief and leak yang juga mengalami kenaikan dari 5% menjadi 13% pada 2020. Serangan ini berupaya untuk memanfaatkan kebocoran data sensitif seperti banking login credential.

Selain itu ada, ada juga server access yang indeksnya naik dari 3% menjadi 10% pada 2020. Serangan ini berupaya untuk mengakses data penting dengan akun-akun tak terotorisasi.

Berikutnya, ada bentuk seranngan remote access trojan, yang indeksnya naik dari 2% menjadi 6%. Ini adalah serangan dengan malware yang berfungsi sebagai backdoor untuk mengendalikan suatu sistem bank.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya