SOLOPOS.COM - Amir Mahmud (dok)

Ratusan orang dari 65 elemen umat Islam dan warga kurang mampu sedang berbuka puasa bersama, di Jl MT Haryono, Manahan, Solo, Senin (23/7/2012). Perbedaan di antara elemen umat Islam itu menciptakan kebersamaan dengan menyediakan buka bersama gratis bagi warga kurang mampu. (Nadhiroh/JIBI/SOLOPOS)

Mau pilih yang mana? Sebenarnya siapa yang benar? Padahal kita satu agama, kenapa beda? Kenapa ini bisa terjadi? Pertanyaan-pertanyaan ini pasti selalu muncul di sebagian hati umat muslim ketika melihat perbedaan awal penentuan 1 Ramadan dan 1 Syawal.

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

Mubalig Solo, Sri Harjono, mengatakan perbedaan awal Ramadan dan awal Syawal terlihat lebih mencolok jika dibandingkan perbedaan-perbedaan lain di dalam Islam.

Ada beberapa perbedaan lain di dalam umat Islam seperti qunut, tahlil, penggunaan beduk, seni dan sebagainya. Namun, kata Harjono perbedaaan-perbedaan itu volume gejolaknya masih kecil jika dibandingkan soal perbedaan awal Ramadan dan awal Syawal.

Ekspedisi Mudik 2024

“Keadaan ini sering membuat masyarakat atau umat menjadi resah dan bingung mau memilih yang mana. Saya sendiri juga kadang seperti itu. Penetapan kapan mulai puasa dan kapan Hari Raya merupakan masalah klasik,” kata Sri saat ditemui  di rumahnya di Kartopuran, Serengan, Solo, Senin (23/7/2012).

Sri menyampaikan Islam berkembang di seluruh dunia, seiring dengan itu banyak muncul kelompok, golongan dan organisasi agama Islam. Sewajarnyalah apabila kemudian muncul perbedaan pendapat dan itu tidak masalah.

“Yang penting syahadat masih tetap sama mengaku tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Nabi utusan Allah, kitabnya juga sama yaitu Alquran dan kiblatnya ke arah kiblat,” terang Sri.

Sri Harjono (ist)

Dia menambahkan kehidupan umat Islam di Indonesia banyak sekali organisasi, kelompok atau golongan dan yang paling menonjol adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Umat akan lebih resah dan lebih bingung kalau kedua kelompok ini saling mengedepankan rasa bahwa dirinya paling benar. Inilah yang perlu dimengerti dan disikapi kedua golongan agar lebih bijak.

Ketidakrukunan hanya akan berbuah kelemahan jauh dari kejayaan. Sri menyatakan menumbuhkan rasa persaudaraan di antara umat untuk menghindari perpecahan itu sangat

penting. Upaya itu merupakan realisasi pengakuan bahwa pada hakikatnya kedudukan manusia di mata Allah itu sama, yang membedakan di antara kita adalah siapa yang paling bertakwa.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al Hujurat: 13)

Dia menyampaikan firman Allah dalam QS An Nisa: 59 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunahnya). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Pengasuh TPA Nurul Ilmi itu menuturkan bagi yang berselisih pendapat supaya meninggalkan bendera, warna baju dan sejenisnya. Demi kejayaan agama dan keutuhan umat supaya jangan merasa paling benar dan paling pintar, duduk satu meja dan bicara baik-baik.

Amir Mahmud (dok)

Ahli sosiologi, Amir Mahmud, menuturkan fenomena perbedaan pada keberagamaan di Indonesia sudah ada di tingkat pada saling kebersamaan. Perbedaan awal Ramadan dan awal Syawal muncul sejak kelengseran Soeharto. Perbedaan itu dibiarkan dan dipahami bersama. Untuk itu dibutuhkan kedewasaan dalam menyikapi perbedaan itu.

“Dalam satu rumah tangga, saya dengan istri juga beda awal puasanya. Istri mulai Jumat sedangkan saya Sabtu. Saya ikut ranah akademisi. Dua metode benar [hisab dan rukyat] dan saya integrated hisab dan rukyat. Saya memakai hasil data-data keabsahan di ITB di Lembang,” ucapnya.

Dia menegaskan tidak ada Islam NU, Islam Muhammadiyah, Islam MTA, Islam Pemerintah dan sebagainya. Yang ada Islam milik umat Islam.

Selain soal awal Ramadan dan awal Syawal, perbedaan juga terjadi dalam salat. Ada empat mazhab dengan pandangan-pandangan yang menunjukkan perbedaan dan itu tidak mengurangi beribadah kepada Allah.

“Yang penting tidak ada penyimpangan akidah. Ada kebersamaan di atas perbedaan. Harus berjiwa besar dengan apa yang menjadi perbedaan,” ujarnya.

Menurut Amir masalah fikih boleh beda. Perbedaan jika masuk ke pemahaman yang dapat menciptakan kebersamaan itu elegan. Tapi, jika perbedaan itu penuh dengan muatan-muatan kepentingan maka akan lebih besar menuju madaratnya. Perbedaan yang kontras barangkali ada pihak-pihak yang memfasilitasi dan sudah menjadi permainan politik yang mengarah kepada pemihakan.

Untuk itu, tambahnya, pemimpin harus tegas. Kebebasan jangan di luar batas. Kebebasan supaya tidak meresahkan masyarakat. Umat Islam diharapkan memiliki kesadaran yang selalu dipicu untuk memahami agama Islam secara benar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya