SOLOPOS.COM - Hasan Zein Mahmud. (Istimewa)

Perang dunia III sejatinya sudah meletus. Medannnya ekonomi. Lingkup, dampak, dan korbannnya jauh melampaui perang senjata dan perang fisik di Ukraina.

Sistem moneter global mulai retak ketika Amerika Serikat (AS) menjatuhkan bom pertama dalam bentuk membekukan cadangan devisa Rusia dan dana warga Rusia di sistem perbankan Barat. Kepercayaan terhadap sistem keuangan international rontok. Yang masih waras harus berpikir tentang sistem keuangan baru yang bisa lebih terpercaya.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Bom kedua adalah sanksi ekonomi Barat terhadap Rusia. Produk produk energi, logam dasar, pangan mendadak menjadi langka. Masyarakat yang kekurangan kalori, biaya produksi yang meningkat tajam, bahkan beberapa terpaksa berhenti. Inflasi menggila.

Baca Juga: 9 Kali Luas Indonesia, Rusia Negara Terluas di Dunia

Ekspedisi Mudik 2024

Bom pamungkas dijatuhkan oleh Rusia/VladimirPutin akan mengubah tatanan moneter keuangan dan ekonomi global.

Pertama ketika Putin memutuskan untuk membuat rubel kembali ke standar emas dengan mengaitkan langsung nilai rubel dengan cadangan emas di bank sentralnya. Perjanjian Pohon Bretton (Bretton Woods) yang ditanam bersama 44 negara di tahun 1944, ditebang roboh oleh Nixon di tahun 1971.

Akibatnya, inflasi dan gejolak nilai tukar menjadi penyakit kronis ekonomi. Terutama di negara-negara miskin dan terbelakang. Cerita ekonomi negara berkembang selama lebih setengah abad: jatuh, tertimpa tangga dan tergilas truk.

Kini pohon bretton ditanam kembali oleh Putin. Rubel 5.000 bernilai satu gram emas. Bersamaan dengan rontoknya kepercayaan terhadap USD, kepercayaan terhadap rubel meningkat. Sejarah British Pound di awal 1900-an, perkiraan saya, akan dialami ulang oleh USD.

Negara negara akan mulai mengurangi USD denomination asset dalam portfolio devisanya. Mengurangi penggunaan USD dalam settlement perdagangan/transaksi internasionalnya.

Karena banyak komoditas dihargai dalam USD, penguatan rubel—juga China yuan yang mendominasi perdagangan internasional—akan melemahkan dan mengerdilkan USD. Pelan tapi pasti.

Bom kedua Putin jatuh ketika pemerintahannnya mengharuskan pembelian produknya (mula-mula oleh Barat) dibayar pakai rubel. Bayangkan gas alam, minyak bumi, palladium, aluminium, dan gandum, hingga minyak bunga matahari dari Rusia harus dibayar pakai rubel. Atau pakai emas (satu gram emas indentik dengan 5.000 rubel).

Negara negara mitra dagang “digiring” untuk menyimpan devisanya dalam bentuk rubel. Tanpa kekhawatiran akan menurunnya nila rubel. Tanpa kekhawatiran Rusia akan “seenak perutnya sendiri” mencetak rubel sebanyak-banyaknya, seperti yang dilakukan AS dengan greeback-nya.

Global economy needs a new and more reliable exchange currency.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya