SOLOPOS.COM - Brigjen Pol (Pur) Mangisi Situmorang (tengah) membantah isterinya, Mutiara, menyekap dan menganiaya PRT dan menyatakan siap diperiksa polisi (JIBI/Solopos/Antara/Jafkhairi)

Solopos.com, JAKARTA — Polresta Bogor akhirnya menyematkan status tersangka kepada Mutiara, istri Brigjen Pol (Pur) Mangisi Situmorang yang dugaan menganiayaan pembantu rumah tangga (PRT). Keluarga jendral purnawirawan polisi itu mempekerjakan 17 PRT di rumah mereka, Jl. Danau Matana Blok C5/18, Kompleks Duta Pakuan, Kelurahan Tegallega, Bogor.

Penetapan tersangka itu seolah membasuh kecurigaan publik yang semula sempat mengemuka kasus terkait jenderal polisi purnawirawan itu bakal dipetieskan. Padahal, sejak mula, Mangisi Sitomorang sudah membantah terjadi penganiayaan dan penyekapan terhadap pekerja di rumahnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam keterangan yang disampaikannya kepada wartawan bersama kuasa hukum Victor Nadapdap, serta Mukhtar Pakpahan dari Serikat Buruh Sejahtera Indonesia yang juga kerabat dekatnya, di Kota Bogor, Sabtu (22/2/2013, Mangisi mengaku mempekerjakan 16 orang PRT atas dasar kemanusiaan. Ia mengasihani mereka yang telantar di jalanan.

Ekspedisi Mudik 2024

“Saya lihat banyak orang telantar di Pulo Gadung tidak ada pekerjaan, mereka umumnya yang berhenti bekerja dari tempat yang lama. Atas rasa kemanusian, mau dibawa ke mana pekerja-pekerja ini, makanya saya pekerjakan di rumah saya,” ujarnya.

Mangisi mengatakan, selama mempekerjakan mereka banyak problematika yang terjadi. Ada beberapa pekerja yang tidak cocok bekerja di rumahnya. Bahkan sebelum berita penyekapan dan penyiksaan terekspose sudah ada beberapa pekerja yang dipulangkan.

Terdapat 16 orang pekerja rumah tangga yang bekerja di rumah jenderal pensiunan itu, empat orang di antaranya laki-laki. Keseluruhan pekerja diperoleh dari penyalur di Pulo Gadung. Menurut Mangisi, dari ke-16 orang itu, empat orang pekerja laki-laki sengaja direkrut untuk membantu usaha tambak lele yang mulai dikelolanya di wilayah Curug Nangka, Kabupaten Bogor.

Sedangkan 12 pekerja lainnya adalah perempuan yang memiliki tugas membersihkan serta melakukan pekerjaan rumah di kediaman sang jenderal. Dari ke-12 pekerja perempuan itu, lanjutnya, memang ada seorang pekerja yang mengalami gangguan bicara atau bisu yang tidak diketahui namanya dan dua orang mengalami keterbelakangan mental, yakni Rifki dan juga si bisu.

“Seperti si bisu ini pernah bekerja sebagai pengasuh anak di Jakarta, karena tidak bisa omong dia dipecat dan terlunta-lunta di Pulo Gadung. Begitu juga Rifki terlunta-lunta. Ya sudahlah atas dasar kemanusiaan kita tempatkan mereka di rumah,” ujarnya.

Demikian juga dengan salah seorang pekerja yang hamil dan melahirkan saat bekerja di rumah sang purnawirwan jenderal polisi, yakni Rahma dan Riris. Menurut Mangisi, Riris sudah hamil sebelum bekerja di rumahnya. Begitu juga dengan Rahma yang gagal berangkat kerja ke Taiwan karena hamil. “Riris ini melahirkan secara Caesar dan biayanya Rp14 juta kami bantu,” paparnya.

Kondisi pekerja di rumah Mangisi mencuat berawal dari laporan YL ke Polresta Bogor bersama keluarganya karena mengaku mendapat perlakuan yang tidak sepantasnya selama bekerja di rumah istri purnawirawan jenderal itu. YL mengaku dirinya mendapatkan perlakuan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan tidak digaji selama 3 bulan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya