SOLOPOS.COM - Spanduk penolakan PSK mangkal di Kampung Grogolan, Ketelan, Banjarsari, Solo, Jumat (29/7/2016). (Muhammad Ismail/JIBI/Solopos)

Penyakit masyarakat Solo, operasi keamanan bocor menjadi penyebab maraknya PSK di wilayah Banjarsari.

Solopos.com, SOLO–Pekerja seks komersial (PSK) tak hanya menjamur di Kelurahan Ketelan, Banjarsari. Para penjaja seks juga masih tumbuh subur di wilayah yang berdampingan dengan Ketelan yakni Kelurahan Kestalan. Operasi pihak keamanan yang sering bocor dituding menjadi salah satu penyebab maraknya PSK di kedua wilayah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pantauan Solopos.com, Sabtu (30/7/2016), sepak terjang PSK bahkan tak terbatas malam hari. Sejumlah PSK tampak mangkal di sejumlah gang seperti di Jl. Kalimantan, Jl. Tarakan dan Jl. Natuna, Kestalan sekitar pukul 12.34 WIB. Mereka rata-rata berada di warung dan depan hotel melati sekitar gang. Ada pula PSK bermotor. Siang itu, beberapa lelaki tampak bertransaksi dengan PSK di pinggir jalan. Belum lama ini PSK juga muncul di sekitar Kampung Grogolan, Kelurahan Ketelan.

Ekspedisi Mudik 2024

Seorang warga Banjarsari, Mursyid, 55, mengatakan langgengnya keberadaan PSK di gang-gang kampung bukan tanpa sebab. Menurut dia, aparat keamanan selama ini belum optimal menertibkan penyakit masyarakat tersebut. Dia mengungkapkan operasi penindakan oleh pihak berwajib seringkali bocor sehingga PSK masih berkeliaran hingga sekarang.

“Sebenarnya aparat sering menggelar operasi. Namun ya itu, bocor. Jadi orang-orangnya (PSK) sudah enggak ada pas mau ditindak,” ujar Mursyid saat ditemui Solopos.com di kawasan Banjarsari.

Dia tidak mengetahui persis penyebab kebocoran informasi patroli. Disinggung adakah beking aparat sehingga praktik pelacuran masih demikian bebas, Mursyid enggan berkomentar. “Saya enggak bisa menyampaikan,” ujarnya singkat.

Mursyid mengatakan aktivitas PSK di kawasan seperti Kestalan sudah telanjur mengakar. Bahkan keberadaan mereka “difasilitasi” hotel-hotel melati yang tumbuh subur di wilayah setempat. Meski demikian, dia optimistis praktik itu dapat dipupus jika aparat dan masyarakat bergerak bersama.

“Sekarang tergantung pihak terkait. Kalau ada komitmen bersama (untuk menolak PSK), saya yakin pasti lingkungan bisa normal.”

Seorang warga RW 003 Kestalan, Ning Dyah, mengatakan ibu-ibu kampung setempat resah dengan praktik pelacuran yang masih muncul. Dia mengaku beberapa kali menegur PSK agar tak mangkal sembarangan. Sejumlah spanduk penolakan juga dipasang. Di sisi lain, Ning pernah mengajak PSK berkegiatan positif seperti bercocok tanam bersama kelompok taninya.
“Ada satu-dua yang tertarik. Mereka rata-rata sudah berusia sepuh. Kalau yang muda masih cuek,” tutur dia.

Kepala Satpol PP, Sutarjo, mengklaim timnya rutin berpatroli untuk memantau kawasan esek-esek seperti Kestalan. Namun Sutarjo mengakui penertiban PSK selama ini belum memberikan efek jera. PSK kembali menjajakan diri setelah dibina atau dijatuhi tindak pidana ringan.

“Aku nganti kesel (Saya sampai capai). Makanya beberapa waktu terakhir saya ubah pendekatan penertiban. Kini Satpol PP lebih menyasar konsumen PSK agar mereka malu dan jera untuk berbuat mesum,” ujarnya.

Disinggung operasi aparat yang dikabarkan sering bocor, Sutarjo menampik. “Saya kalau patroli sembunyi-sembunyi, menyamar. Satpol PP tidak cuma mengandalkan operasi gabungan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya