SOLOPOS.COM - Sejumlah warga bersama Pekerja Seks Komersil (PSK) di lokalisasi Dolly menggelar doa bersama di Jalan Putat Jaya, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (18/6/2014) malam. Doa bersama tersebut terkait Deklarasi Surabaya Bebas Prostitusi di Islamic Center Surabaya dan penutupan kawasan lokalisasi Dolly yang digagas Pemerintah Kota Surabaya. (JIBI/Solopos/Antara/Suryanto)

Solopos.com, SURABAYA — Deklarasi alih fungsi lokalisasi Dolly dan alih profesi warga di wilayah Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, yang digelar Pemerintah Kota Surabaya pada Rabu (18/6/2014) menjadi harapan baru bagi sebagian kecil para pekerja seks komersial (PSK).

Sehari setelah deklarasi penutupan lokalisasi Gang Dolly dan Jl. Jarak, sekitar puluhan PSK dan muncikari berdatangan menuju Koramil Sawahan untuk mengambil kompensasi yang dijanjikan Pemerintah Kota Surabaya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sumini, 45, salah seorang PSK Dolly mengaku sudah siap lahir batin berniat untuk mengubah nasib dan memperbaiki derajat hidupnya. Pagi itu, dia datang bersama dua orang rekan seprofesinya untuk didata untuk mendapat sebuah buku tabungan Bank Jatim.

Buku tabungan itu masih kosong, karena pemerintah menjanjikan uang senilai Rp5,05 juta akan masuk tabungan setelah buku diterima. Seusai menerima kompensasi itu, Sumini berencana untuk membuka warung kopi di Surabaya dengan modal yang sudah diterimanya.

“Insya Allah modalnya bisa diputar lagi. Saya juga sudah tua, capek. Anak-anak saya juga sudah besar,” kata Sumini, warga asal Kertosono, Jawa Timur.

Selama 25 tahun, kehidupan menjadi PSK dilakoninya untuk biaya hidup sekolah anaknya di desa. Rata-rata Sumini memiliki pendapatan Rp3 juta/bulan. Jika selama ini Sumini ditampung di wisma, nantinya Sumini berencana mengontrak rumah di Surabaya dan mulai menjalankan usaha mengaduk kopi.

Menerima kompensasi dan beralih profesi memang pilihan hati setiap PSK maupun muncikari. Ada PSK yang bersedia beralih profesi, tetapi ada pula PSK dan warga yang enggan mematuhi deklarasi itu.

Hari pertama setelah deklarasi, warga Dolly dan Jarak yang kontra penutupan tidak pernah berhenti untuk beraksi. Mereka memblokade akses masuk Jl. Jarak dan Gang Dolly. Hanya warga saja yang bisa masuk ke wilayah merah itu.

Akibatnya, pengguna jalan pun harus berbalik arah atau mencari jalan lain. Sementara itu, petugas polisi dan TNI masih berjaga di beberapa titik tak jauh dari lokalisasi.

Sebelummnya, Front Pekerja Lokalisasi (FPL), PSK dan warga yang berada di lingkungan terdekat Gang Dolly menggelar aksi, mengibarkan bendera setengah tiang. Mereka tetap menganggap bahwa deklarasi itu adalah deklarasi penutupan Gedung Islamic Centre karena dilaksanakan di tempat tersebut.

Para PSK yang masih bersikeras menolak penutupan, sore itu berjalan menuju Keluarahan Putat Jaya dengan membawa alat masak untuk membuat suara gaduh. Lagi-lagi, aktivitas tersebut cukup menggangu pengguna jalan yang melintas.

Salah seorang PSK Gang Dolly yang tidak dapat disebutkan namanya mengaku jika pasrah dengan penutupan. Meski selalu aktif dalam aksi-aksi penolakan, perempuan 36 tahun asal Bojonegoro Jawa Timur itu beraksi hanya untuk solidaritas bagi teman-teman seprofesinya.

“Kalau saya sebetulnya hanya ikut saja, mau ditutup, mau tidak, tidak masalah, toh ke depan saya juga tidak ingin kerja begini lagi,” ujarnya.

Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Setija Junianta mengatakan pelaksanaan pemberian kompensasi dilakukan di Koramil Sawahan lantaran lokasinya yang tidak jauh dari Dolly meski dinilai salah karena melibatkan unsur tentara.

“Ini untuk memudahkan mereka mengambil. Kami dari kepolisian dan TNI hanya membackup saja untuk keamanan, semua inisiatif Pemkot Surabaya,” katanya.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan bahwa pihaknya orang-orang yang menentang tersebut bukan warga asli, bahkan mereka tetap dianggap melanggar peraturan pemerintah baik perda tata ruang maupun undang-undang perdagangan orang.

“Saya tidak pernah buka tempat itu, jadi tidak ada SK khusus menutup tempat itu. Larangan itu sudah ada dalam perda, sesuai IMB dan perda bangunan, tidak boleh untuk kegiatan asusila,” katanya dalam konferensi pers di Balai Kota Surabaya.

Risma menambahkan, pemerintah tetap akan menindak tegas jika masih ada praktik jasa seks di tempat itu. “Nanti dibantu pihak kepolisian,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya