SOLOPOS.COM - Advent Tambun/Istimewa

Solopos.com, SOLO -- Forum Bisnis Indonesia-Amerika Latin dan Karibia 2019 atau Indonesia-Latin America and the Carribbean Business Forum 2019 (INA-LAC 2019) pada Oktober lalu merupakan wujud nyata dari diplomasi ekonomi Indonesia di kawasan Amerika Latin dan Karibia.

Acara yang berlangsung selama dua hari tersebut mampu membukukan transaksi investasi senilai US$5 miliar di sektor pertambangan di Indonesia. Nilai total kerja sama perdagangan mencapai US$33,12 juta.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Acara yang bertempat di Hotel JHL Solitaire BSD Tangerang itu dihadiri 270 peserta dari 18 negara Amerika Latin dan Karibia, yaitu Suriname, Ekuador, Trinidad Tobago, Meksiko, Belize, Uruguay, Kolombia, Brasil, Bahamas, Kuba, Bolivia, Peru, Honduras, Cile, Republik Dominika, Venezuela, Argentina, dan Spanyol.

Dengan jumlah penduduk 630 juta jiwa, kawasan Amerika Latin dan Karibia menjadi pangsa pasar yang sangat menjanjikan, tetapi data demografis ini tidak sejalan dengan nilai ekspor Indonesia ke kawasan tersebut.

Dari nilai total ekspor Indonesia ke seluruh dunia pada 2018 yang mencapai US$180.215.034.000, hanya US$3.525.910.000 yang menjadi kue bagian Amerika Latin atau 0,03%. Angka yang tentu saja  akan membuat para pemangku kepetingan negeri ini ”kebakaran jenggot”.

Di kawasan Asia Tenggara, ekspor Indonesia juga masih kalah jauh daripada negara-negara tetangga, seperti Singapur (26%), Thailand (20%), Vietnam (17%), Taiwan (15%), Malaysia (10%), dan Filipina (3%). Indonesia hanya mampu mencetak 9% dari total ekspor kawasan Asia Tenggara ke Amerika Latin dan Karibia.

Pasar Nontradisional

Kita harus mengakui Presiden Joko Widodo adalah presiden yang sangat jeli membaca angka-angka dan mengambil kebijakan berdasarkan berdasarkan data statistik. Tidak mengherankan pada tiga tahun lalu Presiden Joko Widodo sudah menabuh genderang perang untuk membuka pasar nontradisional.

Pada 2018, Indonesia berkonsentrasi penuh untuk membuka pasar di Afrika Selatan. Pada 2019, Indonesia masuk ke Amerika Latin, benua yang ditemukan oleh Kristoforus Kolombus pada 1492 ketika ia mendarat di Santo Domingo, Republika Dominika.

Lima abad kemudian Indonesia mencoba menjadi ”The Little Kolombus” untuk menemukan peluang ekonomi di ”benua baru” melalui forum INA LAC 2019. Perlu dicatat bahwa pada pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia dan Chile secara resmi menerapkan perdagangan bebas sejak 10 Agustus 2019.

Ini sebuah langkah strategis menemukan ”benua baru” ala Presiden Joko Widodo. Perjanjian yang sama kini diincar oleh negara-negara Amerika Latin lainnya, seperti Peru, Kolombia, dan Meksiko.

Dalam seminar kecil pada 14 Oktober 2019 dengan tema Indonesia dan Alianza del Pasífico, para praktisi bisnis dan duta besar dari negara-negara Alianza del Pasífico yang hadir meminta kepada pemerintah Indonesia perjanjian perdagangan bebas untuk negara mereka segera dibahas dan dirampungkan seperti yang sudah terwujud dengan Chile.

Pertanyaan yang disampaikan oleh para pengusaha adalah apakah Amerika Latin tertarik dengan produk Indonesia? Jika tertarik, produk yang mana? Selama mendampingi importir dari negara-negara Amerika Latin di Trade Expo Indonesia 2019, saya menemukan kesimpulan bahwa buyer dari Amerika  Latin mengincar produk turunan dari bahan alami dan memiliki ecological added value.

Pusat Pelatihan Bahasa

Tentu mereka juga mengincar produk bermuatan teknologi, seperti kendaraan bermotor, spare part, tekstil, dan alas kaki. Untuk produk high tecnology mereka mencari di negara lain.  Kendala yang dihadapi untuk percepatan ekspor ke Amerika Latin adalah bahasa.

Banyak di antara mereka hanya menguasai bahasa Inggris, lingua franca untuk bisnis. Kendala bahasa ini sebetulnya bisa diatasi dengan komunikasi tertulis via e-mail atau Whatsapp.

Dengan bantuan Google Transalate, komunikasi tidak menemui  masalah. Kebiasaan mereka adalah menggunkan voice record yang membuat Google Transalate tidak dapat difungsikan.

Menumbuhkan pusat-pusat pelatihan bahasa adalah sebuah kebutuhan bila ingin meningkatkan transaksi dengan negara-negara berbahasa Spanyol tersebut.

Sayangnya, hingga saat ini belum ada satu fakultas pun di Indonesia yang menjadikan bahasa Spanyol sebagai wadah pertama dan utama untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang menguasai bahasa dan budaya mereka.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya