SOLOPOS.COM - Ilustrasi menonton televisi. (thehealthsite.com)

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Komunikasi dan Informasi berencana mematikan siaran televisi analog di lima wilayah Indonesia paling lambat 17 Agustus 2021. Tahap awal penonaktifan siaran analog itu menuntut ketersediaan set top box yang menjadi tantangan Indonesia.

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala mengatakan lima wilayah yang menjadi target pemadaman siaran analog tahap awal dihuni oleh penduduk dengan jumlah terbatas, tidak sebanyak di Jawa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dengan memilih wilayah yang terbatas itu, Kamilov menduga ketika terjadi peralihan, kerugian yang ditanggung oleh lembaga penyiaran tidak terlalu besar. “Kerugian itu dalam aspek menyedikan perangkat set top box [STB] atau dekoder,” kata Kamilov, Minggu (6/6/2021).

Baca Juga: Terima Pegawai KPK Gagal TWK, Begini Respons MUI…

Sekadar informasi, sesuai dengan Permen Kominfo No.6/2021 tentang Penyiaran, pasal 64 menyebutkan bahwa pengadaan alat bantu penerima siaran digital kepada rumah tangga miskin menjadi tanggung jawab penyelenggara multipleksing. Pasal 9, jika STB yang telah disediakan tidak mencukupi maka pemerintah akan membantu dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Berdasarkan informasi yang diterima Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), terdapat 8,7 juta STB yang menjadi komitmen LPS untuk didistribusikan kepada masyarakat di 12 provinsi—termasuk di dalamnya adalah lima wilayah layanan yang akan dipadamkan siaran analognya.

Dari jumlah tersebut, PT Banten Sinar Dunia Televisi (BSTV) menjadi LPS dengan komitmen distribusi STB terbesar, yaitu tiga juta STB. PT Media Televisi Indonesia (Metro TV) berkomitmen mendistribusikan STB sebanyak dua juta STB, MNC Group sebanyak 1,72 juta STB, Emtek Group sebanyak 1,47 juta STB, PT Rajawali Televisi (RTV) sebanyak 500.000 STB, Viva Group sebanyak 36.282 STB, dan Transmedia Group sebanyak 16.000 STB.  Adapun harga per STB diperkirakan mencapai Rp150.000 – Rp200.000.

Terburu-Buru?

Bukan hanya itu, Kamilov juga memperkirakan pemadaman siaran analog tahap awal ini terlalu terburu-buru. Dia menilai masih banyak masyarakat yang belum memiliki STB karena daya beli masyarakat di sana yang kurang baik.

“Saya menduga Kemenkominfo kejar tayang karena masyarakat secara teknis tidak mengerti soal digital dan analog. apalagi di daerah-daerah tadi,” kata Kamilov.

Lebih lanjut, jika STB diberikan oleh Kemenkominfo atau lembaga penyiaran, maka STB tersebut harus diaudit terlebih dahulu perihal kualitasnya.

Baca Juga: Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Soroti TWK KPK

Mantan Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia periode 2009 -2012 itu pun berharap STB yang diberikan adalah perangkat baru sehingga umur penggunaan perangkat tersebut masih lama. “Pemerintah harus menyediakan tempat perawatan STB agar jika ada STB yang rusak dia tidak harus ganti,” kata Kamilov.

Senada, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan persiapan pergelaran siaran digital tidak hanya sebatas tersedianya infrastruktur penyiaran digital saja. Pemerintah harus dapat memastikan seluruh aspek telah siap menyambut siaran dengan kualitas jernih.

“Jangan sampai merugikan masyarakat karena TV mereka belum digital atau tidak mampu membeli set top box,” kata Heru.

KLIK dan LIKE untuk lebih banyak berita Solopos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya