SOLOPOS.COM - Ilustrasi kilang gas (Rahmatullah/JIBI/Bisnis )

Penghapusan premium menimbulkan kekhawatiran baru, salah satunya kerugian untuk Pertamina dan menguntungkan kepentingan asing.

Solopos.com, JAKARTA — Rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas (TRTKM) agar pemerintah menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium RON 88 secara serempak dinilai belum komprehensif dan bisa merugikan kepentingan dalam negeri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Harus ditolak kalau dijalankan secara mendadak, yang katanya antara 3-5 bulan, karena rekomendasi tersebut menurut saya belum mempertimbangkan seluruh aspek,” tegas Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, di Jakarta, Selasa (23/12/2014).

Dia menilai rekomendasi TRTKM baru sebatas hasil kajian atas aspek finansial karena adanya dugaan penyelewengan atau mafia. Padahal, tuturnya, aspek strategis nasional lainnya, di antaranya ketahanan energi, kebutuhan NOC, ekonomi terkait pengilangan di dalam negeri, deviden yang dibayarkan Pertamina, dan sebagainya belum dikaji.

“Saya tidak melihat itu sudah dikaji secara komprehensif untuk dijadikan pertimbangan dalam membuat rekomendasi. Jadi intinya, untuk membuat rekomendasi itu dibutuhkan semua aspek. Rekomendasi ini baru 1/3 atau 1/5 aspek yang baru diambil, sehingga seperti itulah rekomendasi yang dihasilkan,” tandasnya.

Atas dasar itu, Marwan Batubara berpandangan pemerintah tidak harus menerima dan menelan mentah-mentah rekomendasi TRTKM tersebut untuk dijadikan kebijakan. Terlebih, rekomendasi tersebut disinyalir berbau kepentingan asing, yakni pihak asing bisa menjual BBM secara ritel di Indonesia.

“Indonesia adalah pasar besar. Asing itu dari dulu terus berupaya, tapi terhambat dengan adanya BBM Premium bersubsidi. Kalau langsung rekomendasi begitu saja dituruti, banyak sekali kerugian yang akan kita alami. Secara nasional, ketahanan energi akan turun, dominasi BUMN akan turun, deviden dari Pertamina akan turun, lalu ketahanan energi kita akan bergantung pada asing,” ujarnya.

Marwan mensinyalir kebijakan ini demi mendukung kepentingan asing melalui anggota TRTKM yang pro asing. Bahkan, dia mendapatkan informasi dari anggota TRTKM lainnya, bahwa anggota tim itu yang getol dan berupaya keras menggolkan rekomendasi tersebut.

“Kita berharap Pak Faisal Basri konsisten, dia misalnya bersuara untuk kebaikan negara, maka dia harus bersihkan orang-orang yang ada di dalam tim dari kepentingan sempit,” tegasnya.

Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerta Migas Indonesia (KSPMI), Faisal Yusra, mengatakan penghapusan Premium RON 88 akan menghancurkan bisnis Pertamina dan menggelar karpet merah bagi perusahaan asing.

“Pesaing Pertamina yang ada saat ini hanya memilih atau mau jualan BBM hanya di kota-kota besar saja. Asing dan swasta nasional lebih memikirkan ‘untung’ dan nyaris tidak bersedia ‘berkorban’ buat kepentingan masyarakat dengan ‘jualan’ BBM di pelosok-pelosok terpencil di Tanah Air,” ujarnya.

Apalagi, lanjutnya, saat ini asing mudah mendirikan SPBU, tetapi Pertamina sangat sulit jika ingin mendirikan SPBU di negara-negara lain, sehingga Pemerintah Indonesia harus memperketat persyaratan demi melindungi BUMN milik rakyat.

“Ini baru fair, harusnya jadi persyaratan yang ditetapkan Pemerintah ketika ada perusahaan asing akan bangun SPBU di negeri kita, Pertamina pun boleh bangun di negara itu. Tapi sayanganya Pemerintah kok tidak punya inisiatif seperti itu?”

Bila Pemerintah menginginkan Pertamina menjadi perusahaan besar kelas dunia, makanaebaiknya penghilangan Premium 88 baru dilakukan setelah Pertamina membangun kilang baru dengan complexity tinggi. Pemerintah juga harus mendorong Pertamina agar membangun beberapa kilang berkapasitas kumulatif 1,6 juta barel untuk penuhi kebutuhan secara ekonomis.

Setelah kilang baru dibangun dan distribusi BBM sudah terlaksana secara merata se-Indonesia, tuturnya, silakan Pemerintah menentukan penghapusan RON 88. “Tanpa bangun refinery baru dengan complexity yang tinggi, penghapusan premium RON 88 adalah bencana bagi Pertamina, perusahan milik rakyat. Ini harus dihentikan,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya