SOLOPOS.COM - Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar (JIBI/Solopos/Antara)

Penggerebekan Densus 88 di Cawas, Klaten, dan kematian Siyono dinilai janggal. Otopsi hari ini untuk membuktikan dugaan itu benar atau salah.

Solopos.com, SOLO — Jenazah Siyono sedang menjalani proses otopsi hari ini, Minggu (3/4/2016), di Kompleks Makam Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Cawas, Klaten, untuk membuktikan apakah kematian Siyono wajar atau tidak. Pasalnya, ada beberapa fakta yang membuat penangkapan Siyono dan kematiannya dipertanyakan.

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat beberapa temuan. Temuan itu disampaikan dalam siaran pers yang diterima Solopos.com, 26 Maret 2016 lalu. Berikut beberapa fakta tersebut.

– Bahwa dalam operasi penangkapan dan penggeledahan yang dilakukan Densus 88, keluarga korban tidak mendapat tembusan surat penangkapan maupun surat penggeledahan yang merupakan syarat administrasi bahwa upaya paksa yang dilakukan sah secara hukum. Dalam penggeledahan tersebut disita satu buah sepeda motor dan beberapa majalah namun tidak ada surat penyitaan yang diberikan pada keluarga Siyono.

– Bahwa ketika Siyono ditangkap, polisi tidak memberikan informasi apa pun yang pada keluarga Siyono. Keluarga tidak mengetahui ke mana dan untuk apa Siyono ditangkap. Keluarga dihubungi pertama kali justru hanya untuk disampaikan bahwa Siyono telah meninggal dunia dan diminta untuk mengurus kepulangan jenazahnya. Saat mengambil jenazah, keluarga juga tidak mendapat penjelasan resmi mengenai penyebab kematian Siyono karena tidak ada rekam medik atau berkas visum yang ditunjukkan untuk menjelaskan hal tersebut. Keluarga hanya diminta menandatangani berkas tanda terima jenazah dan surat-surat lain yang diketahui keluarga apa tujuannya.

– Dari jenazah Siyono, saat dibuka oleh pihak keluarga, keluarga korban mengatalam bahwa terlihat luka memar di pipi, mata kanan lebam, patah tulang hidung, kondisi kaki dari paha hingga betis membengkak dan memar, salah satu kuku jari kaki hampir patah, dan keluar darah dari belakang kepala. Selain itu tidak ada rekam medik yang menunjukkan bahwa siyono mendapatkan perawatan atas luka-luka tersebut sebelum meninggal dunia.

– Bahwa setelah Siyono meninggal dunia, keluarga Siyono diminta menandatangani surat pernyataan bahwa keluarga korban mengikhlaskan kematian Siyono dan tidak akan menuntut pertanggungjawaban secara hukum. Orang tua Siyono tidak bisa membaca dan dia mengetahui isi surat tersebut berdasarkan penjelasan anggota polisi yang meminta menandatanganinya. Orang tua Siyono pun menandatangani surat tersebut di hadapan Kepala Dusun Brengkungan dan anggota polisi Polres Klaten.

Karena itu, Kontras menyimpulkan ada ketidakcocokan antara keterangan resmi Polri yang menyatakan bahwa Siyono meninggal karena berkelahi dengan anggota Densus 88. “Luka di sekujur tubuh Siyono menunjukkan indikasi dilakukannya penyiksaan terhadapnya dan sulit untuk mempercayai bahwa luka tersebut disebabkan reaksi spontan seorang anggota polisi yang membela diri dari perlawanan Sriyono,” ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar, dalam siaran pers.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya