SOLOPOS.COM - Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo, Mojosongo, Solo. (JIBI/Solopos/Dok.)

Pengelolaan sampah Solo di Putri Cempo akan dimanfaatkan untuk memproduksi listrik.

Solopos.com, SOLO — Proyek pengelolaan sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Solo menjadi pembangkit listrik tenaga sampah dikebut. Produksi listrik berbasis sampah sebesar 12 Megawatt (MW) per jam paling lambat digarap pertengahan 2019.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal itu disampaikan Direktur Utama (Dirut) PT Solo Citra Metro Plasma Power, Elan Syuherlan, seusai menandatangani perjanjian kerja sama pengelolaan sampah TPA Putri Cempo Mojosongo di rumah dinas Wali Kota Loji Gandrung, Jumat (9/12/2016). Penandatanganan perjanjian kerja sama dilakukan Elan Syuherlan dengan Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo.

“Kami akan langsung bekerja, dari perizinan, studi kelayakan, studi penyambungan, UKL/UPL, analisis dampak lingkungan [amdal]. Secara pararel kami juga akan menyusun desain [detail engineering design],” kata Elan.

Dia menargetkan pengurusan tersebut rampung dalam waktu paling lambat setahun. Kemudian akan ditindaklanjuti dengan pengadaan fasilitas lokasi, termasuk pembangunan konstruksi hingga uji coba pengelolaan sampah.

Pihaknya akan menyelesaikan pembangunan konstruksi dalam jangka waktu 2,5 tahun sejak penandatanganan perjanjian. “Setelah itu pertengahan 2019 kami sudah mulai produksi,” imbuhnya.

Perusahaan konsorsium yang terdiri dari beberapa perusahaan, antara lain PT Citra Metrojaya Putra dan PT Pembangunan Perumahan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini juga didukung perusahaan penyedia teknologi gas engine asal Austria, General Electric (GE) dalam merealisasikan PLTS. Teknologi plasma grasifikasi digunakan dalam pengolahan sampah menjadi energi listrik.

Teknologi ini, menurut dia, banyak digunakan di negara-negara Amerika dan Eropa. Bahkan Kota Solo menjadi barometer bagi kota lain yang ditunjuk Pemerintah Pusat dalam pengelolaan sampah menjadi energi listrik.
“Teknologi ini sangat aman, dan tidak akan menimbulkan polusi. Tidak ada asap, debu, polusi maupun limbah beracun, karena sampah dibakar,” katanya.

Mekanismenya sampah nanti dimasukkan dalam reaktor plasma sesudah dikeringkan, sebelum berubah menjadi gas sintetis. Sisa pemrosesan sampah anorganik pun bisa dimanfaatkan sebagai bahan pondasi jalan.

“Kami hanya butuh lahan dua hektare sebagai lokasi PLTS dan tempat penyimpanan sampah yang akan diolah menjadi energi listrik,” katanya.

Wali Kota Solo F.X Hadi Rudyatmo menyakini pengelolaan sampah di tangan konsorsium mampu menguntungkan bagi Kota Solo. Di antaranya, ke depan tidak ada lagi sampah yang tertimbun di TPA Putri Cempo. Sebab sampah tersebut sudah diolah menjadi energi listrik.

Selain itu, Pemkot juga tidak harus mengeluarkan anggaran untuk membayar tipping fee. Sedangkan terkait harga pembelian listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang sempat menjadi kendala juga telah diselesaikan pada Senin (5/12/2016) lalu.

Pemkot dan PT PLN telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) dalam percepatan PLTS. “Solo menjadi salah satu kota yang menjadi proyek percontohan,” katanya.

Diketahui, PT PLN sepakat membeli listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga sampah di tujuh daerah dengan harga dasar 18,77 sen dolar/kWH atau setara Rp 2496/kWH. Harga tersebut dinilai layak dan sudah memberi keuntungan bagi investor.

“Sudah kami hitung-hitung. Investor masih dapat keuntungan. Kalau kami hitung dalam setahun investor bisa mendapat Rp71 miliar,” kata Rudy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya