SOLOPOS.COM - Pengamat Politik Burhanudin Muhtadi memaparkan pandangannya saat menjadi pembicara dalam Talkshow Economy Outlook 2023 dengan tema Prospek Ekonomi di Tengah Harap-Harap Cemas Politik yang digelar Solopos Media Group (SMG), Selasa (6/12/2022). (Youtube Espos Live)

Solopos.com, SOLO — Indonesia dinilai mempunyai fondasi ekonomi dan politik kokoh untuk menyongsong 2023 yang berada dalam bayang-bayang resesi ekonomi global.

Pendapat itu disampaikan pengamat politik Burhanudin Muhtadi saat menjadi pembicara dalam Talkshow Economy Outlook 2023 dengan tema Prospek Ekonomi di Tengah Harap-Harap Cemas Politik yang digelar Solopos Media Group (SMG), Selasa (6/12/2022).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Talkshow yang dipandu Direktur Konten dan Bisnis Solopos Media Group, Suwarmin, tersebut menghadirkan lima pembicara. Selain Burhanuddin Muhtadi, ada Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Juan Pertama Adoe.

Kemudian Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ferry Irawan, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta. Selain itu acara yang didukung Epson dan PLN ini juga menghadirkan Executive Vice President Perencanaan Strategis Korporat PLN, Harlen.

Burhanuddin mengakui dunia saat ini menghadapi dua ketidakpastian, yaitu ekonomi global dan politik. Namun Indonesia diuntungkan karena perekonomiannya tidak terlalu terintegrasi dengan ekonomi global, sehingga tidak terlalu terpengaruh.

Baca Juga: 3 Prasyarat Jokowi Bisa Jadi King Maker pada Pemilu 2024

Begitu juga di bidang politik. Burhanuddin menyebut ada beberapa alasan bagi Indonesia untuk tetap optimistis menyongsong 2023. Termasuk ketika tahapan Pemilu 2024 sudah mulai berjalan dan akan terus meningkat eskalasinya hingga 2023.

Approval Rating Jokowi Tinggi

“Kalau kita ingin optimistis, salah satunya politik kita secara elite relatif stabil. Pemerintahan Jokowi didukung tujuh dari sembilan kursi DPR. Kekuatannya 82,9 persen. Kalau tak ada kejadian luar biasa, pada dasarnya politik di tingkat elite itu sudah selesai. Jadi sangat kuat. Apalagi setelah PAN masuk pemerintahan,” ujarnya.

ekonomi indonesia
Pemaparan Pengamat Politik Burhanudin Muhtadi mengenai tren ekonomi nasional saat menjadi pembicara dalam Talkshow Economy Outlook 2023 dengan tema Prospek Ekonomi di Tengah Harap-Harap Cemas Politik yang digelar Solopos Media Group (SMG), Selasa (6/12/2022). (Youtube Espos Live)

Di tingkat akar rumput atau arus bawah, Burhanudin menjelaskan ada banyak alasan untuk tetap optimistis terkait kondisi ekonomi Indonesia pada 2023. Salah satunya approval rating Presiden Jokowi yang masih tinggi hingga akhir tahun 2022.

Bahkan setelah Presiden mengeluarkan kebijakan yang tidak populer dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu. Approval rating Presiden masih tinggi.

Baca Juga: Presiden: Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,72 Persen di Tengah Resesi Global

“Jokowi mampu memitigasi dampak kebijakan tidak populer itu. Seperti kebijakan diambil jauh sebelum tahun politik. Saya tak terbayang kalau kebijakan itu diambil saat APBN kepayahan dan pada 2023,” urainya.

Burhanudin meyakini pemerintahan Jokowi tidak akan sekuat saat ini bila kebijakan menaikkan harga BBM dilakukan pada 2023. Sebab banyak partai politik (parpol) yang saat ini menjadi bagian pemerintahan pasti akan menjaga jarak karena tak ingin terimbas sentimen negatif publik atas kebijakan yang sangat tidak populer itu.

Resep Jokowi Antisipasi Dampak Inflasi

“Tapi kebijakan itu kemarin dilakukan pada 2022 saat approval rating Presiden sedang tinggi-tingginya, di angka 72,3 persen. Dampak penurunannya [approval rating] pun di angka sembilan persen, sehingga nilai approval rating Presien masih di atas 60 persen. Beberapa waktu terakhir sudah terjadi recovery approval rating ini,” paparnya.

Baca Juga: Jusuf Kalla Ngaku Tegur Sri Mulyani terkait Ancaman Resesi 2023

Di sektor ekonomi, Burhanudin melihat Presiden Indonesia itu relatif bisa mengontrol. Salah satu yang menarik menurut dia resep Jokowi mengantisipasi dampak inflasi akibat kenaikan BBM beberapa bulan terakhir. Resep itu yakni memberikan subsidi untuk transportasi logistik, sehingga banyak dana yang bisa disimpan akibat pengurangan subsidi.

“Alokasi untuk transportasi logistik terutama pangan yang tetap disubsidi itu tidak terlalu besar. Tapi dampak positifnya bisa menahan laju inflasi di bawah enam persen. Ini cukup berhasil ya. Biasanya dampak inflasi dari kebijakan pengurangan subsidi BBM belasan persen. Sekarang hanya di angka 5,7 hingga 5,8 persen,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya