SOLOPOS.COM - Ilustrasi menghitung pemasukan dan pengeluaran. (Freepik.com)

Solopos.com, SUKOHARJO — Perwakilan buruh Sukoharjo belum puas terkait penetapan penentuan Upah Minimum Kabupaten (UMK) karena menggunakan kebijakan baru saja diterbitkan pada Rabu (16/11/2022), yaitu Permenaker Nomor 18 Tahun 2022.

Ketua Forum Peduli Buruh Sukoharjo, Sukarno, sebelumnya memprediksi keinginan kenaikan UMK Sukoharjo pada persentase 13%. Namun dengan adanya kebijakan baru, setidaknya angka tersebut harus melebihi angka inflasi yang mencapai 5-6%.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Kalau di Sukoharjo target kami kemarin 13%, karena adanya Permenaker baru saya melihatnya kemungkinan lebih dari 4-5%,” lanjut Sukarno.

Terkait penetapan UMK Sukoharjo menggunakan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 terhadap kesejahteraan buruh, ia berasumsi bahwa kenaikan UMK nanti tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi yang sulit tiga tahun terakhir akibat penggunaan PP Nomor 36 tahun 2021.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca juga: Pemkab Sukoharjo Belum Tetapkan UMK 2023, Asosiasi Buruh Tuntut Kenaikan 13%

“Saya itu tidak bisa ngoyak, karena 2-3 tahun terakhir kenaikan UMK kecil sekali. Walaupun kenaikannya lebih besar dengan peraturan yang baru. Tidak begitu signifikan, karena inflasi sudah tinggi, minimal di atasnya inflasi. Jika di bawahnya atau sama dengan angka inflasi, nanti kami lihat lagi,” lanjut Sukarno.

Namun pihaknya mengatakan penetapan kebijakan baru lebih baik dibandingkan menggunakan peraturan lama, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021.

“Daripada yang PP Nomor 36 Tahun 2021, lebih diuntungkan yang itu [penggunaan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022],” lanjut Sukarno.

Ia masih meginginkan pemerintah dapat menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015 karena dalam perhitungan penetapan angka UMK menggunakan laju pertumbuhan penduduk dan angka inflasi. Dengan kebijakan tahun 2015 itu, kenaikan upah dapat terjadi secara signifikan.

“Harapan lain, kami mintanya tetap pakai PP Nomor 78 Tahun 2015, menggunakan pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi,” lanjut Sukarno.

Baca juga: Pabrik Tahu Eksis Sokong Ekonomi Warga Kelurahan Kartasura Sukoharjo

Ketua Excekutif Committe (Exco) Partai Buruh Sukoharjo, Eko Supriyanto, menginginkan UMK tiap daerah kabupaten maupun kota disamakan dalam skala nasional.

Ia menginginkan ada perhatian kepada kesejahteraan buruh yang disamakan secara nasional, dan tidak dibedakan per daerah.

“Berapa persennya, kami dulu mewacanakan adanya upah minimum nasional. Seperti pegawai negeri, tiap golongan pegawai negeri di Indonesia sama. Intinya bisa disamakan secara nasional,” kata Eko saat dihubungi Solopos.com melalui sambungan telepon, Minggu (20/11/2022).

Di sisi lain, mengapresiasi pemerintah terkait penghapusan penggunaan PP Nomor 36 Tahun 2021 sebagai pengaturan kebijakan pengupahan.

Namun Eko berharap pemerintah dapat menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015 karena dalam penetapan UMK menggunakan pertumbuhan ekonomi serta laju inflasi.

Baca juga: Tegas! Serikat Buruh Sukoharjo Tuntut UMK 2022 Naik Sesuai Kebutuhan Masyarakat

“Harapan kami sekurang-kurangnya menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015, ada pertumbuhan ekonomi, ada laju inflasi. Otomatis daya beli masyarakat bisa lebih tinggi,” lanjut Eko.

Eko menyayangkan pemerintah yang terus mengkampanyekan pertumbuhan ekonomi namun tidak dibarengi dengan kenaikan upah yang signifikan.

“Sementara pemerintah selama ini mengkapanyekan adanya pertumbuhan ekonomi. Lha ekonomi mau tumbuh seperti apa sementara upah kami tidak naik banyak?” lanjutnya.

Eko menambahkan, sangat disayangkan kenaikan upah di tiap daerah hanya berkisar Rp10.000 pada tiga tahun terakhir. Ia membandingkan dengan Karanganyar dan Jepara, yang hanya naik kurang dari Rp15.000.

“Tiga tahun ini tidak naik, contohnya kemarin di Karanganyar hanya Rp10.000, Jepara hanya Rp1.403. Hampir sama persis [kenaikan tidak tinggi], Sukoharjo kira-kira Rp10.000 tahun lalu,” imbuh Eko.

Baca juga: Demo BBM Naik: Buruh Sukoharjo Tegaskan Lebih Butuh Upah Layak Ketimbang BLT!

Eko menyatakan pendapatnya terkait penetapan UMK yang berpedoman pada UU Nomor 13 tahun 2003 yang mencantumkan 60 item survey kehidupan layak bagi masyarakat. Eko menginginkan ada penyesuaian dengan kehidupan yang layak dalam penetapan UMK.



“Standar kehidupan layak saat ini hitungannya pekerja lajang, padahal rata-rata sudah berkeluarga,” lanjut Eko.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya