SOLOPOS.COM - Tim dari BPSMP Sangiran dan Disdikbud Sragen menyurvei lahan tegalan tempat ditemukannya fosil gading gajah purba di lembah Gunung Tugel, Desa Bonagung, Tanon, Sragen, Senin (27/1/2020). (Solopos/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN -- Penemuan fosil gading gajah purba di lembah perbukitan Gunung Tugel, Desa Bonagung, Tanon, Sragen, membuka peluang dilakukannya ekskavasi di kawasan tersebut.

Namun, ekskavasi itu masih menunggu hasil kajian dari tim ahli geologi untuk mengetahui karakteristik tanah di kawasan itu. Pada Senin (27/1/2020), tim dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen mengidentifikasi temuan fosil gading gajah purba sepanjang 4 meter di Gunung Tugel.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Tim juga mendatangi lahan tegalan di lembah Gunung Tugel yang menjadi lokasi temuan fosil. Tim mengambil sampel tanah tegalan itu untuk diteliti apakah memiliki karakteristik yang sama dengan tanah di Situs Sangiran yang banyak mengandung fosil.

“Antara Sangiran dan Bonagung ini memiliki kesamaan. Dulu kawasan ini sama-sama laut dalam. Karena pergerakan tanah, lapisan tanah paling tua di Situs Sangiran itu tersingkap ke atas sehingga ditemukan banyak fosil. Tapi kami belum tahu bagaimana karakteristik tanah di sini [lembah Gunung Tugel]. Sampel tanahnya nanti akan kami kaji dahulu bersama ahli geologi. Kami masih menunggu hasil kajian tim terkait perlu tidaknya kegiatan ekskavasi di lahan ini,” jelas Kasi Perlindungan BPSMP Sangiran, Dody Wiranto, saat ditemui wartawan di lokasi.

Pilkada Sragen: Politikus PKB Ini Santer Dikabarkan Bakal Jadi Pasangan Yuni

Dody mengakui tidak menutup kemungkinan lahan tegalan di lembah Gunung Tugel itu masih menyimpan sejumlah fosil lain. Apalagi, sudah ada beberapa temuan fosil di lokasi yang sama beberapa tahun lalu.

Informasi yang dimiliki Solopos.com, ada 20 fragmen fosil gading gajah purba itu yang pernah ditemukan di lembah Gunung Tugel. Lokasi ini berjarak sekitar 18 km dari Situs Sangiran.

Selain gading gajah purba, Parmin, warga setempat juga pernah menemukan fosil tulang rahang bawah kuda nil atau Hippopotamus pada 2015. Setelah diidentifikasi tim dari Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, fosil rahang bawah kuda nil ini diperkirakan berusia 1,2 juta tahun.

Usia fosil rahang bawah kuda nil ini lebih tua daripada Homo erectus progresif yang diperkirakan hidup pada 400.000 tahun hingga 1,25 juta tahun silam. Kuda nil purba itu diperkirakan terjebak di danau setelah terjadi erupsi Gunung Lawu Purba.

Selain rahang bawah kuda nil purba, warga juga menemukan beberapa pecahan fosil lain di lokasi bekas tambang batu mani gajah itu. Beberapa fosil itu diidentifikasi sebagai rahang banteng sebelah kanan, pecahan tulang kaki banteng, pecahan tanduk banteng dan pecahan tulang punggung.

Puryanto, 42, warga setempat yang menemukan fosil gading gajah purba di ladang milik saudaranya mengaku sudah menghentikan kegiatan penggalian tanah untuk mencari fosil lainnya. Hingga kini, lahan itu juga urung digunakan untuk menyemai bibit jagung sejak muncul wacana ekskavasi yang akan dilakukan BPSMP Sangiran.

“Sekarang kami masih menunggu kepastian mau ada ekskavasi atau tidak dari [BPSMP] Sangiran. Kalau tidak ada ekskavasi, lahan ini bisa segera ditanami jagung,” ucap Puryanto.

Selain fosil, warga Desa Bonagung juga pernah menemukan sejumlah benda cagar budaya yang terkubur tanah di Dukuh Candi. Benda-benda itu ditemukan ketika warga ingin membuat fondasi rumah pada 2013 lalu.

Bocah Sragen Meninggal Diduga Karena Demam Berdarah

Benda-benda cagar budaya itu meliputi arca berbentuk kerbau, lumpang dari batu, batu bata berukuran 40 cm x 20 cm, dan lain-lain. Temuan berbagai artefak itu memunculkan spekulasi di kalangan warga sekitar yang menyebut Dusun Candi berdiri di atas sebuah candi.

Namun, belum ada temuan yang menguatkan dugaan masyarakat tersebut. “Benda-benda itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang. Kalau diperjualbelikan, ancamannya pidana. Lebih baik, benda-benda itu disimpan dulu. Ke depan kami usulkan dibangun rumah fosil sebagai embrio berdirinya museum di Bonagung. Kami tidak keberatan mengalokasikan anggaran dari dana desa untuk membangun museum ini,” kata Kepala Desa Bonagung, Suwarno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya