SOLOPOS.COM - Ilustrasi perawatan rel kereta api. (Antara)

Solopos.com, SOLO — Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan rel berbahan paduan nikel yang bisa digunakan untuk kereta cepat yang dikembangkan di Indonesia.

Tidak bisa dimungkiri, kereta api menjadi moda transportasi penting di Tanah Air. Angkutan berbasis rel ini menjadi primadona infrastruktur pengangkutan penumpang, kargo, dan barang yang strategis. Melintas di atas jalur khusus, kereta dikenal sebagai sarana transportasi antikemacetan dan lebih cepat dari moda angkutan darat lainnya.

Promosi Piala Dunia 2026 dan Memori Indah Hindia Belanda

Sebagaimana dikutip dari laman indonesia.go.id, Sabtu (31/7/2021), para peneliti di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2MM LIPI) tertantang untuk ikut membantu pengembangan industri perkeretaapian.

Salah satunya adalah Fatayalkadri Citrawati. Doktor lulusan New South Wales, Australia. Sejak awal dia ingin memanfaatkan potensi mineral lokal, ilmenit, yang mengandung nikel, dan banyak terdapat di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Baca Juga: Dulu 1.400, Kini Lion Air Group Hanya Operasikan 140 Penerbangan per Hari

Itulah sebabnya, saat mendengar bahwa pemerintah meminta prioritas riset nasional dikaitkan dengan sarana transportasi untuk kebutuhan masyarakat, Fataya—begitu dia biasa disapa–berinisiatif menemui pihak KAI. Ia pun baru mengetahui bahwa komponen rel kereta masih diimpor dan hanya sebagian kecil saja dari komponen penunjang seperti baut yang diproduksi di dalam negeri.

Oleh karena itu pula ia memutuskan mengarahkan risetnya untuk menciptakan rel berbahan paduan nikel terutama bagi kebutuhan kereta cepat yang akan menjadi transportasi masa depan berbasis rel di Indonesia.

Sarjana strata 1 dari Institut Teknologi Bandung itu pun memulai riset dasar bersama tim pada 2017. Kemudian riset itu dilanjutkan dengan pengembangan rel berbahan nikel berupa purwarupa atau prototipe pada 2019 meski dalam skala laboratorium, yaitu berupa balok rel sepanjang 10 sentimeter.

Menurut Fataya, jenis rel kereta yang dipakai di Indonesia adalah UIC 54 dengan standar per 1 meter seberat 54 kilogram. Sedangkan untuk rel kereta cepat menggunakan tipe UIC 60 dengan berat 60 kg per meter. Selain spesifikasinya berbeda, bahannya pun juga tidak sama karena rel yang di seluruh jaringan kereta terbuat dari mangan.

Baca Juga: Dulu 1.400, Kini Lion Air Group Hanya Operasikan 140 Penerbangan per Hari

Jenis struktur logam yang dikembangkan oleh Fataya untuk pembuatan rel adalah bainite, struktur mikro seperti pelat yang terbentuk pada baja bersuhu 125-150 derajat Celcius.

Peneliti yang melanjutkan pendidikan strata 2 di Technische Universiteit Delf, Belanda itu menyebutkan, struktur bainite bisa diketahui ketika logam dipotong dan dilihat melalui mikroskop. Rel jenis ini memiliki kekuatan lebih tinggi dan sesuai untuk kereta cepat yang umumnya melaju pada kecepatan di atas 150 kilometer per jam dengan kekuatan antara 1.100-1.200 megapascal (Mpa).

Kondisi saat ini, pada semua rel yang telah terpasang di jaringan kereta milik KAI, berjenis pearlite untuk menahan kecepatan maksimal 120 km per jam atau menahan beban 1.054 Mpa.

Fataya sendiri perlu waktu untuk mematangkan penciptaan rel berbahan nikel karena masih jarang diproduksi akibat bahan baku nikel yang tidak mudah didapat oleh produsen asing.

Rel Nikel di Negara Lain

Polandia dan Jerman termasuk yang telah menerapkan rel berbahan nikel ini. Memanfaatkan sebuah software khusus, para peneliti ini kemudian melakukan simulasi pencampuran bahan, menentukan komposisi, temperatur, dan lamanya pemrosesan di dalam tungku. Proses produksi prototipe itu dilakukan dalam skala laboratorium.

Tak hanya menciptakan relnya, Fataya dan tim juga meriset agar mampu mengembangkan rel jarum wesel (crossing), yaitu jenis rel untuk kereta berpindah jalur dan tentu saja kebutuhan materialnya harus lebih kuat agar tidak cepat aus. Setelah uji coba skala laboratorium selesai dilakukan, maka dapat diteruskan ke pembuatan rel batangan skala utuh menggunakan proses deformasi dengan dimensi sekitar 2 meter.

LIPI, kata Fataya, menggandeng PT Pindad. Pasalnya, menurut dia, pihaknya tidak memiliki fasilitas memadai untuk keperluan itu. Pada tahapan ini, para peneliti ingin mengetahui kekerasan bahan dan kekuatannya apakah sudah sesuai dengan standar internasional.

Baca Juga: Naik Kawasaki KLX, Komandan Tim Sparta Solo Blusukan Bawa Beronjong

Setelah lolos uji ini, maka dilanjutkan dengan memasangkan purwarupa rel di salah satu lintasan KAI yang sepi. Kalau dalam uji coba tidak mengalami kerusakan atau patah, maka dapat diteruskan uji coba di jalur lebih padat.

Persoalan yang dihadapi Fataya dan tim selain waktu adalah juga pendanaan riset. Jika pendanaan bagi pengembangan rel ini bisa dilakukan secara kontinu, ia menjamin kurang dari 5 tahun Indonesia telah mampu memproduksi rel nikel untuk kereta cepat. Hal yang sama diyakininya berlaku bagi proses produksi skala utuh rel jarum wesel, meski bentuknya cukup rumit dan prosesnya lebih lama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya