SOLOPOS.COM - Nurhayati Subakat. (Istimewa/Dokumentasi GWPP)

Solopos.com, KARANGANYAR — Nama besar salah satu perusahaan kosmetik terkemuka di Indonesia, PT Paragon Technology and Innovation, tidak terlepas dari kiprah Nurhayati Subakat.

Nurhayati Subakat, perempuan alumnus Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), itu tercatat sebagai pendiri perusahaan kosmetik PT Pusaka Tradisi Ibu pada tahun 1985. Perusahaan itu lantas berubah nama menjadi PT Paragon Technology and Innovation pada 2011. Paragon menjadi pemegang merek kosmetik unggulan, seperti Putri, Wardah, Make Over, Emina, dan Kahf.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Namun, perempuan yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Paragon Technology and Innovation itu tidak hanya dikenal sebagai pengusaha kosmetik. Perempuan yang menerima gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dari ITB itu juga dikenal sebagai pengusaha yang berpengaruh terhadap lingkungan, utamanya berkaitan dengan budaya perusahaan dan pendidikan.

Baca juga: Mimpi CEO Wardah Salman Subakat Bangun Ekosistem Pendidikan Indonesia

Ekspedisi Mudik 2024

Nurhayati membaginya kepada Solopos.com dan belasan jurnalis dari sejumlah wilayah di Indonesia. Kami berbincang dengan Nurhayati secara virtual melalui program Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) tahun 2021 angkatan dua pada Selasa (10/8/2021). Program itu terselenggara atas kolaborasi Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dengan PT Paragon Technology and Innovation.

“Sering diminta menjadi narasumber untuk pelaku UMKM. Mereka tanya apa yang diperlukan sebagai wirausaha. Ya lima karakter. Itu yang kami tanamkan dalam perusahaan. Ketuhanan, kepedulian, kerendahan hati, ketangguhan, dan inovasi,” kata Nurhayati.

Nurhayati memberikan contoh penerapan karakter ketangguhan saat menjalankan usaha. Pemerintah biasanya memberikan bantuan berupa pinjaman modal untuk pelaku UMKM. Sayangnya sejumlah pelaku usaha memilih tidak mengembalikan bantuan tersebut.

“Saya sampaikan namanya utang itu ya dikembalikan. Kepercayaan dan kedisiplinan itu modal utama,” ungkapnya.

Memperluas Pabrik Saat Krisis Ekonomi

Prinsip itu dia terapkan saat awal merintis usaha dan mendapatkan musibah. Pabrik, kantor, dan rumahnya terbakar pada tahun 1990. Dia juga terlilit utang. Tetapi, anak keempat dari delapan bersaudara itu enggan menyerah.

“Saya merintis usaha ini dari home industry. Lalu Bulan Puasa tahun 1990 itu terbakar. Utang banyak, piutang juga banyak tapi enggak mau bayar. Terpikir mau tutup saya. Tetapi teringat karyawan, mau THR-an, bayar utang. Kami memutuskan bangkit,” ujar anak dari Abdul Muin Saidi.

Dalam satu tahun, Nurhayati membangun kembali pabrik kecil dan rumah di Tangerang. Pada saat krisis ekonomi tahun 1998, dia memperluas pabrik. Bangunan pabrik kedua lebih luas dua kali lipat dibandingkan pabrik pertama.

Keberhasilan tersebut tidak lantas membuat Nurhayati berpuas diri. PT Paragon Technology and Innovation juga memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, dan lingkungan.

“Kata kuncinya bukan sekadar cari uang tapi bagaimana bermanfaat untuk masyarakat. Ketika melakukan itu maka kita bisa berkembang,” tutur dia.

Baca juga: Masjid Istiqlal Kembali Gelar Salat Jumat

Perempuan berkerudung itu menyampaikan alasan perusahaan kosmetiknya begitu peduli terhadap pendidikan. Langkahnya itu terinspirasi dari sang nenek yang peduli terhadap pendidikan anak-anaknya. Sebagai orang tua tunggal, nenek Nurhayati memastikan empat anaknya mengenyam pendidikan hingga sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Saat itu, SLTA merupakan pendidikan paling tinggi di wilayah pedesaan.

“Budaya” mengenyam dan mendapatkan pendidikan hingga jenjang tinggi itu turun temurun ditularkan. Nurhayati meneruskannya lewat perusahaan. Mereka masih memberikan beasiswa kepada anak-anak yang tinggal di kampung kelahiran orang tua.

Dia juga berpegang teguh bahwa pendidikan bisa mengangkat derajat keluarga. Dia mencontohkan saat perusahaan memberikan beasiswa kepada satu anak kurang sejahtera hingga tamat belajar pendidikan tinggi. Nurhayati yakin anak tersebut akan semangat belajar dan bisa mengangkat status keluarga.

“Kalau lulus, dia jadi tulang punggung keluarga. Saya dengar ada salah satu anak yang mendapat beasiswa dari perusahaan itu sekarang menjadi dokter. Pendidikan sangat penting,” urai dia.

Berusaha Jadi Orang Bermanfaat

Di mata keluarga dan kolega, Nurhayati memiliki tempat terutama berkaitan dengan dunia pendidikan. Direktur Pelaksana Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Nurcholis M. A. Basyari, menyebut Nurhayati tidak mengembangkan usaha hingga sebesar seperti sekarang untuk memupuk kekayaan sendiri.

Nurcholis menyampaikan Nurhayati berusaha menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dengan kelebihan yang dimiliki.

Wartawan senior, Muhammad Nasir, merespons budaya kerja yang diterapkan PT Paragon Technology and Innovation. Budaya kerja yang dimaksud adalah lima karakter yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni Ketuhanan, kepedulian, kerendahan hati, ketangguhan, dan inovasi.

“Lima karakter itu menjadi corporate culture. Tidak semua perusahaan punya [budaya perusahaan]. Padahal itu penting. Tantangannya bagaimana menurunkan itu kepada karyawan,” ungkapnya.

Baca juga: Antrean Tabung Gas Melon Terjadi di Wonokarto Wonogiri, Efek PPKM?

Nurhayati menanggapi itu dengan menceritakan lima karakter yang menjadi budaya perusahaan itu ditemukan tahun 2019. Lima karakter dirumuskan saat pembinaan karyawan.



“Ketemu lima nilai itu dan menjadi culture perusahaan. Mereka wawancara saya lalu dapatkan lima karakter itu. Bagi kami integritas nomor satu. Tidak ada toleransi. Saya meyakini bahwa tidak semua pendidikan diperoleh melalui jalur formal. Pendidikan informal pun banyak membantu,” jelas dia.

Lalu bagaimana figur Nurhayati di mata salah satu anaknya, Salman Subakat? Salman yang menjabat Chief Executive Officer (CEO) Paragon Technology and Innovation menyebut ibunya sebagai sosok yang tidak banyak bicara.

Dia menilai sang ibu tipikal perempuan yang lebih banyak bertindak dan beraksi. Salman menyebut ibunya memberikan contoh keteladanan melalui tindakan.

“Keteladanan bukan salah satu cara mengajarkan kepemimpinan, tapi satu-satunya [cara mengajarkan kepemimpinan]. Ibu tidak membebani sekitarnya. Itu yang khas,” urai dia.

Baca juga: Persiapan Fisik Proyek Tol Solo-Jogja di Klaten Dimulai, Ini Lokasinya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya