SOLOPOS.COM - Belajar ilustrasi (marketingtomilk.wordpress.com)

Belajar ilustrasi (marketingtomilk.wordpress.com)

JOGJA—Keluarga Ki Hajar Dewantara prihatin atas ditutupnya sejumlah lembaga pendidikan di bawah naungan Majelis Luhur Taman Siswa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Litasari, cucu pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara mengatakan kondisi lembaga pendidikan Taman Siswa semakin memprihatinkan.

“Andai Ki Hajar Dewantara masih hidup tak bisa dibayangkan bagaimana reaksi beliau melihat kondisi pendidikan saat ini, mungkin akan mengelus dada,” kata lulusan The University of Manchester saat disambangi Harian Jogja di tempat kerjanya di Fakultas Teknik UGM, Senin (15/5).

Perguruan yang didirikan kakeknya 1922 silam itu kini banyak yang ditutup karena kekurangan siswa dan dana. Padahal saat era kemerdekaan hingga 1990-an perguruan itu memiliki pelajar hingga ratusan ribu orang.

Taman Siswa kini harus bersaing dengan sekolah-sekolah swasta yang kian menjamur dan menawarkan berbagai fasilitas serta kemajuan teknologi namun tentunya berbiaya tinggi.  “Kalau saya bilang Taman Siswa itu sekarang sudah sangat memprihatinkan kondisinya, kekurangan dana, siswa. Saya sangat prihatin dengan kondisinya sekarang,” katanya.

Namun memutuskan untuk sama seperti sekolah lain dengan menerapkan biaya tinggi itu berarti Taman Siswa bakal meninggalkan idealismenya sebagai sekolah rakyat. Sesulit apapun kondisi Taman Siswa saat ini menurut perempuan 60 tahun itu, ia harus tetap harus berdiri sebagai sekolah rakyat yang merangkul semua anak bangsa dari berbagai kalangan, sesuai cita-cita Ki Hajar Dewantara soal pemerataan pendidikan.

“Janganlah kalau menjadi komersil, bagi Ki Hajar Dewantara itu tidak ada yang namanya komersialisasi pendidikan,” ungkap perempuan yang sebelumnya pernah menjadi pengurus Majelis Luhur Taman Siswa itu.

Sebab menurutnya tak semua pelajar berasal dari kalangan mampu yang beruntung dapat belajar di sekolah atau perguruan tinggi yang mahal. Padahal mereka juga anak bangsa yang memberi sumbangsih pada pembangunan negeri ini. Di saat kondisi seperti inilah sebenarnya betapa peranan Taman Siswa sangat besar.

Namun sayang, pemerintah rupanya tak ambil pusing soal memberi kesempatan pada pelajar yang tak beruntung ataupun ikut memperjuangkan agar lembaga Taman Siswa tetap hidup. “Harusnya pemerintah memberi penghargaan karena yang tidak mampu itupun juga anak bangsa, masalahnya hanya karena mereka tidak beruntung saja,” kata Litasari berujar.

Beban berat Taman Siswa kenyataanya harus ditanggung sendiri oleh para pamong lembaga itu. Misalnya harus rela dengan upah mengajar yang minim. Pamong Taman Siswa sedianya lebih mengutamakan pengorbanan ketika memilih menjadi bagian institusi ini. Seperti pesan Ki Hajar Dewantara untuk Litasari saat ia masih taman kanak-kanak, bahwa keberhasilan itu butuh pengorbanan. “Tidak gampang menjadi orang yang merdeka, keberhasilan itu butuh pengorbanan, harus berani tidak tergantung orang lain,” tutur pengajar Jurusan Teknik Elektro dan Informasi Teknologi itu menirukan kata-kata Ki Hajar Dewantara beberapa bulan sebelum bapak enam anak itu berpulang.

Terpisah, Ketua Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa Sri Edi Swasono dalam pesan singkatnya menyampaikan jika Taman Siswa tidak akan bangkrut. Hal ini disebutnya sesuai dengan pernyataan Ketua Harian Majelis Luhur Taman Siswa Ki R. Suharto yang tidak pernah mengeluarkan kemungkinan tersebut.

”Lagipula saya tidak melìhat Taman Siswa akan bangkrut, saat ini Tama Siswa jelas sedang bangkit-bangkitnya,” jelasnya.

Perlakuan

Kepala Disdikpora Baskara Aji membenarkan jika ada kecenderungan jumlah siswa di Tamansiswa berkurang. Hanya ia menilai persoalan ini tidak parah.

”Perlakuan secara khusus tidak ada. Karena Dinas memberikan perlakuan yang sama untuk seluruh lembaga pendidikan baik yang negeri atau swasta,” ungkap dia.

Adapun upaya yang dapat dilakukan pemerintah ialah memberikan BOS sesuai dengan jumlah siswa yang ada. Namun bantuan untuk pembangunan secara fisik tidak ada.

Kendati demikian, ia menyampaikan Disdikpora DIY dalam melakukan sosialisasi atau pemberian materi selalu membawa tokoh Taman Siswa Ki Hajar Dewantara. Cara ini diharapkan dapat menjadi bagian dalam mengenalkan tokoh pendidikan bangsa dan Taman Siswa sehingga memberikan motivasi bagi yayasan tersebut untuk tetap bertahan.

Adapun Pemerintah Provinsi DIY harus segera mengambil langkah untuk mengeluarkan kebijakan guna menyelamatkan sekolah swasta seperti Yayasan Taman Siswa. Tanpa ada tindakan konkrit dari pemerintah tersebut dikhawatirkan sekolah rintisan Ki Hajar Dewantara akan tutup lantaran kalah bersaing dalam hal menarik siswa.

Sekretaris Komisi D DPRD DIY Nur Sasmita mengatakan jika sekolah tersebut bubar, dampaknya menutup sejarah pendidikan.

Kerja Keras Ki Hajar Dewantara memeratakan pendidikan bagi kalangan masyarakat bawah sampai atas tidak ada buktinya lagi. Mungkin hanya bukti fisik berupa bangunan saja tanpa ada kegiatan yang nyata. “Kita sangat prihatin sekolah swasta dalam sejarah berkontribusi besar justru tersisih,” ujarnya.

Selama ini ada stigma pemerintah masih membedakan antara sekolah negeri dengan swasta. Seharusnya sekolah swasta bisa didudukkan sama rata dengan negeri dengan satu visi membangun pendidikan. Karena sebenarnya, pemerintah juga terbantu dengan keberadaan sekolah swasta dalam hal pelayanan pendidikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya