SOLOPOS.COM - Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi. (JIBI/Solopos/Antara/R. Rekotomo)

Pendidikan yang digelar SMAN 1 Semarang membuat Hendrar Prihadi sebagai asalah seorang alumnus prihatin.

Semarangpos.com, SEMARANG — Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengaku prihatin dan menyayangkan terjadinya dugaan terjadinya tindak kekerasan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Semarang. “Saya pernah ditanya juga beberapa pihak dari SMAN 1 Semarang, baik guru, kepala sekolah, maupun orang tua siswa. Saya sampaikan SMAN 1 Semarang kewenangan gubernur,” katanya di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (2/3/2018).

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

SMAN 1 Semarang sebagaimana ramai diberitakan mengeluarkan dua siswanya, yakni AN dan AF, yang dituduh melakukan kekerasan terhadap junior mereka saat kegiatan latihan dasar kepemimpinan (LDK) OSIS, November 2017. Sekolah di Jl. Taman Menteri Soepeno No. 1 Kota Semarang itu juga menjatuhkan sanksi skorsing terhadap tujuh siswa pengurus lain OSIS setempat.

Hendi—sapaan akrab politikus PDI Perjuangan itu—mengatakan secara kebijakan tidak bisa ikut campur karena jenjang SMA dan sederajat sudah menjadi kewenangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. “Namun, dari sisi alumni, kami menyayangkan kenapa masih ada kejadian yang namanya pemukulan terhadap junior. Waktu angkatan kami dulu, kalau seperti itu sekolah pasti bertindak tegas,” kata alumni SMAN 1 Semarang itu.

Apalagi, kata dia, zaman sekarang yang sudah memiliki undang-undang tentang perlindungan terhadap anak dan perempuan yang menjadi regulasi terkait dengan kasus perundungan yang masih terus terjadi. “Ini [kekerasan] persoalan yang harus dihindari semua anak muda. Kalau korbannya tidak terima, bisa nuntut kepada Pak Polisi dan aparat penegak hukum. Kalau mau metode damai, ya, silakan saja,” katanya.

Mengenai sanksi dikeluarkannya dua siswa, yakni AN dan AF, dari kelas XII dan sedang bersiap menghadapi ujian nasional (UN), Hendi mengatakan persoalan sanksi berkaitan dengan kebijakan yang tidak bisa dicampurinya. “Ya, kalau sudah bicara sanksi, masalahnya kebijakan. Jangan nanya saya. Tetapi, misalnya terjadi pelanggaran ada sebuah metode untuk menunda dulu hukumannya, saya rasa sangat memungkinkan,” katanya.

Akan tetapi, kata dia, bergantung pada kebijakan sekolah dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan provinsi yang membawahi SMA dan sederajat, sebab pemerintah kota sekarang hanya menaungi SD dan SMP sederajat. “Sekali lagi, ini ranahnya provinsi. Saran saya, sowan ke Pak Gubernur, ke Pak Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jateng. Nanti, tinggal Plt Gubernur meminta Disdikbud Jateng ambil kebijakan apa,” katanya.

Hendi kembali menyampaikan keprihatinannya sebagai alumni SMAN 1 Semarang dengan masih terjadinya perundungan terhadap junior saat sekolah tersebut masih harus terus meningkatkan prestasi. “Sebagai alumnus, sekali lagi saya merasa prihatin kenapa masih ada demo, `bullying` terhadap junior. Semestinya, hari ini SMAN 1 Semarang harus terus meningkatkan prestasi. Kalau ada begini, grade-nya akan turun,” katanya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya