SOLOPOS.COM - Tim Advokasi Perlindungan Anak selaku kuasa hukum Anin dan Afif, siswa yang dikeluarkan dari SMAN 1 Semarang, menunjukan surat somasi di SMAN 1 Semarang, Jumat (2/3/2018). (JIBI/Semarangpos.com/Imam Yuda S.)

Pendidikan di SMAN 1 Semarang berujung keputusan drop out (DO) bagi dua orang siswa.

Semarangpos.com, SEMARANG – Keputusan Kepala SMA Negeri 1 Semarang, Endang Suyatmi, mengeluarkan dua siswa, Anindya Puspita Helga Nur Fadhila (AN), 16, dan Muhammad Afif Ashor (AF), menjelang pelaksanaan ujian nasional (UN) bakal berujung ke ranah hukum atau pengadilan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu menyusul datangnya somasi atau surat teguran kepada Endang dari tim Advokasi Peduli Anak selaku kuasa hukum kedua siswa yang dikeluarkan akibat diduga melakukan tindak kekerasan kepada juniornya saat pelaksanan latihan dasar kepemimpinan (LDK) OSIS.

“Hari ini, kami selaku kuasa hukum kedua siswa melayangkan somasi kepada kepala sekolah karena telah mengeluarkan kedua siswanya, Anin dan Afif, menjelang UN,” ujar koordinator tim kuasa hukum AN dan AF, Listyani, kepada wartawan di SMAN 1 Semarang, Jumat (2/3/2018).

Ekspedisi Mudik 2024

Kepala SMAN 1 Semarang mengeluarkan Anin dan Afif karena diduga melakukan kekerasan kepada juniornya saat latihan dasar kepemimpinan (LDK) OSIS. Keputusan itu dikeluarkan Endang setelah melihat rekaman video kegiatan LDK yang diperoleh dari razia handphone milik para siswa.

Meski demikian, Listiyani menilai keputusan Endang terkesan arogan dan melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak maupun Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 18 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

“Jelas-jelas di Pasal 11 Permendikbud No. 18 Tahun 2015 disebutkan untuk memberikan hukuman sekolah harus mengutamakan unsur-unsur edukatif, dengan memberikan teguran baik secara lisan maupun tertulis. Tapi ini tidak, sekolah langsung mengeluarkan siswa, padahal mau ujian [UN],” beber Listiyani.

Listiyani juga menilai kepala sekolah cenderung melakukan intimidasi kepada kedua siswa. Mereka juga memutuskan secara sepihak memindahkan kedua siswa tersebut ke sekolah lain tanpa persetujuan orang tua.

Dengan somasi itu, Listiyani mendesak kepala sekolah mencabut surat DO Anin maupun Afif. Kuasa hukum juga meminta sekolah harus mengikutsertakan kedua siswa itu dalam UN di SMAN 1 Semarang.

Listiyani juga mengecam tindakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jawa Tengah (Jateng) yang dalam menghadapi kasus ini tidak mau mendengar pendapat kedua orangtua siswa. Disdikbud hanya mendengar pendapat pihak sekolah sehingga terkesan mendukung keputusan kepala sekolah.

“Jika diabaikan kami akan melakukan tindakan hukum lebih lanjut berupa pidana maupun perdata. Hal ini karena Anin dan Afif telah mendapat tekanan dari sekolah dan dipindah secara paksa,” beber Listiyani.

Setelah mengeluarkan Anin dan Afif, pihak SMAN 1 Semarang memang memindahkan keduanya ke sekolah lain. Anin dipindah ke SMAN 11 Semarang, sedang Afif ke SMAN 13 Semarang.

Namun, keduanya menolak hingga sekolah memberikan opsi lain yakni pindah dan mengikuti UN di SMAN 2 untuk Anin dan SMAN 6 untuk Afif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya