SOLOPOS.COM - Sejumlah siswa sedang mengikuti proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun pelajaran 2016/2017 di salah satu sekolah, Senin (27/6/2016). (JIBI/Solopos/Istimewa)

Pendidikan di Jateng segera diwarnai dinamika Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA dan SMK negeri.

Semarangpos.com, SEMARANG — Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Semarang menyoroti sejumlah celah yang menjadi kelemahan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA dan SMK negeri di Jawa Tengah. “Sekarang ini sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat kan sudah di bawah pengelolaan provinsi, termasuk penerimaan siswa barunya,” kata Direktur Pattiro Semarang Widi Nugroho di Kota Semarang, Senin (5/6/2017).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Untuk tahun ini, berdasarkan Peraturan Gubernur Jateng Nomor 9/2017 tentang PPDB pada SMA Negeri dan SMK Negeri di Jateng, penerimaan murid baru SMA dan SMK negeri di wilayah ini akan dilaksanakan secara online atau dalam jaringan (daring). “Sebagai panduan pelaksanaan PPDB SMA dan SMK negeri di Jateng 2017, sudah dikeluarkan Pergub No. 9/2017. Namun, ada beberapa catatan dari kami atas persiapan PPDB secara online ini,” katanya.

Pertama, kata dia, kurangnya sosialisasi mengenai pelaksanaan PPDB daring yang pendaftarannya dimulai pada 11 Juni 2017 membuat banyak warga belum mengetahui mekanisme penerimaan siswa baru itu. Kedua, sambung dia, waktu pendaftaran PPDB daring yang hanya empat hari terlalu singkat karena penyelenggara harus menyiapkan antisipasi jika terjadi gangguan pada sistem atau error sewaktu-waktu.

Ketiga, sekolah diperbolehkan menjual seragam dan atribut. Dalam Pergub No. 9/2017, Disdikbud tidak mengatur mengenai mekanisme pembelian seragam dan atribut yang seringkali jadi lahan pencarian untung sekolah,” katanya.

Selama ini, kata dia, sudah menjadi rahasia umum jika harga seragam yang dijual oleh sekolah, biasanya lewat koperasi selisihnya jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga-harga di toko atau pasaran. “Mestinya monopoli dalam jual-beli seragam yang bisa menjadi pungutan tersistem dari sekolah, tidak diperbolehkan,” katanya.

Catatan selanjutnya, Widi menjelaskan pengelolaan pengaduan akan ditangani oleh tim pengaduan yang dibentuk di Balai Pengendali Pendidikan Menengah dan Khusus (BP2MK) dan Dinas Pendidikan melalui telepon, faksimili, pesan singkat, dan surat elektronik. “Sarana pengaduan ini tidak transparan dan akuntabel. Waktu pelaksanaan PPDB yang efektif hanya sembilan hari seharusnya sarana pengaduan bisa dimonitor laporannya setiap waktu oleh masyarakat,” katanya.

Apabila masyarakat ingin mengadukan secara langsung, ujar dia, juga akan kesulitan menjangkaunya karena BP2MK hanya berada di tingkat keresidenan, sementara jika mengadu ke masing-masing sekolah peluangnya kecil. “Sistem PPBD tidak pula mengatur jumlah kursi kosong dari calon siswa yang tidak mendaftar ulang. Artinya, ini memungkinkan kursi-kursi itu akan diperebutkan orang-orang tertentu dengan uang masuk paling tinggi,” kata Widi.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya