SOLOPOS.COM - Kepala Dinas Pendidikan Solo Etty Retnowati (JIBI/Solopos/Dok)

Pendidikan di Solo akhirnya aturan tentang 5 hari sekolah terbit.

Solopos.com, SOLO — Dinas Pendidikan (Disdik) Solo membebaskan sekolah menentukan 5 atau 6 hari sekolah setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Solo, Etty Retnowati, menjelaskan telah membahas Perpres bersama Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Tengah di Semarang, Kamis (7/9/2017).

“Tidak ada paksaan dari Disdik untuk menerapkan 5 hari atau 6 hari sekolah. Itu sudah sesuai dengan Permendikbud No. 23/2017 [tentang Hari Sekolah] maupun Perpres tentang PPK,” ujar Etty melalui sambungan telepon, Jumat (8/9/2017).

Menurut catatan Disdik Solo, mulai tahun pelajaran 2017/2018 sudah ada 52 SD dan sekitar 5 SMP yang menerapkan 5 hari sekolah. Lainnya menerapkan 6 hari sekolah.

“Yang mulai menerapkan 5 hari sekolah ya tetap jalan terus. Namun, nantinya juga mengevaluasi karena poin pentingnya adalah penguatan pendidikan karakter, bukan sekadar mengubah jam pelajaran dari 6 hari menjadi 5 hari sekolah,” kata dia.

Terpisah, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) menyambut positif terbitnya Perpres tentang PPK. “Dibandingkan Permendikbud No. 23/2017 tentang Hari Sekolah, Perpres ini lebih baik. [Perpres] sudah mengakomodasi kegelisahan sebagian masyarakat terkait 5 hari sekolah,” terang Direktur YSKK, Suroto, saat dihubungi Solopos.com, Jumat.

Namun Kangsure, sapaan akrab Suroto, menyatakan ada beberapa hal penting yang menjadi catatan YSKK. Pertama, revitalisasi komite sekolah mendesak dilakukan karena menjadi salah satu prasyarat keberhasilan pelaksanaan PPK.

Kedua, keberhasilan penyelenggaraan PPK terletak pada metodologi pembelajaran sebagaimana penerapan kurikulum 2013. Oleh karena itu, guru menjadi kunci keberhasilan PPK melalui role model, keteladanan, dan konsistensi.

“Perlu supervisi yang intens dan melibatkan berbagai pihak agar implementasi PPK tidak terhenti ketika berganti kepemimpinan,” ujar dia.

Ketiga, ketentuan tentang kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, ketersediaan sarana dan prasarana, kearifan lokal dan pendapat tokoh masyarakat atau tokoh agama di luar komite sekolah/madrasah.

Keempat, apabila tidak ada kemauan politik yang kuat dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menyiapkan skema anggaran implementasi PPK dikhawatirkan pendanaan dari masyarakat akan menciptakan praktik baru pungutan liar (pungli).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya