SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembangunan perumahan rakyat. (JIBI/Solopos/Dok.)

Pencemaran air di Bantul diduga penyebab tertinggi dari perumahan

Harianjogja.com, BANTUL– Kawasan perumahan dituding sebagai penyumbang sampah terbesar di sungai dan saluran irigasi yang mencemari lingkungan di Bantul. Pemerintah mencatat penumpukan sampah hingga ratusan meter kubik hanya di satu titik bendungan.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Staf pada Seksi Irigasi dan Pembiayaan Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan Bantul yang menangani irigasi Mujiman mengatakan, selama ini pihaknya yang bermitra dengan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) kerap menemukan smapah yang dibuang oleh warga perumahan di saluran irigasi dan sungai.

Bahkan di sejumlah wilayah, kasus seperti ini berujung konflik. “Kejadian di Jejeran, Pleret pembuang sampah di sungai pernah ditangkap kepala dusun karena mencemari lingkungan. Itu juga dari perumahan,” terang Mujiman kepada Harianjogja.com, Rabu (22/3/2017).

Indikasi sampah yang berasal dari perumahan kata dia juga terlihat dari lokasi timbunan sampah.

Kebanyakan kasus irigasi yang tersumbat sampah berada di dekat kawasan perumahan. Ia menyebut Kecamatan perumahan di Kasihan, Sewon dan Banguntapan kerap terendus mencemari sungai.

“Yang sering terjadi kasus tumpukan sampah karena perumahan itu misalnya irigasi di sepanjang Ring Road wilayah Tamantirto [Kasihan]. Irigasi di Timbulharjo [Sewon], Wonokromo [Pleret] dan Wirokerten [Banguntapan],” ujarnya lagi.

Perumahan kata dia dituding sebagai salah satu biang keladi pencemaran sampah selain warga non perumahan lainnya. Sebab, kebanyakan kawasan perumahan tidak memiliki tempat pembuangan atau penimbunan sampah. Apalagi bila menyangkut perumahan skala kecil seperti kluster.

“Kalau pengembang besar itu justru ada TPS [Tempat Pembuangan Sementara], yang jadi masalah ini perumahan-perumahan kecil kan tidak ada lahan. Mau dibuang ke mana sampahnya,” lanjut dia.

Kondisi tersebut kata dia berbeda dengan warga non perumahan di perkampungan. Kebanyakan mereka masih memiliki sisa lahan yang biasanya menjadi tempat pembuangan sampah untuk kemudian dibakar atau diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Padahal kata Mujiman, semakin banyak sampah tertimbun di saluran irigasi semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk membersihkannya. “Hari ini saja satu titik bisa dapat sampah sampai dua mobil,” imbuhnya.

Belum lagi dampak negatif seperti berkurangnya pasokan air untuk lahan pertanian, memperburuk kondisi lingkungan dan menimbulkan penyakit. Di musim kemarau saat debit air berkurang, pengairan sawah semakin terganggu akibat tumpukan sampah. Ia berharap, izin pembangunan perumahan diperketat dengan menyaratkan adanya TPS untuk mencegah sampah dibuang ke sungai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya