SOLOPOS.COM - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, berkunjung ke Mapolres Karanganyar, Selasa (21/3/2017). (Sri Sumi Handayani/JIBI/Solopos)

Pencabulan Karanganyar, Ketua LPAI Seto Mulyadi menilai pelaku sodomi 16 anak layak dihukum kebiri atau mati.

Solopos.com, KARANGANYAR — Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, menilai pelaku sodomi terhadap 16 anak di Karanganyar layak dihukum kebiri, pemasangan alat pendeteksi elektronik, penjara seumur hidup, atau bahkan hukuman mati.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal itu dikatakan pria yang akrab disapa Kak Seto itu saat menyambangi Mapolres Karanganyar, Selasa (21/3/2017). Kak Seto berharap pelaku sodomi itu mendapatkan hukuman maksimal sesuai UU No. 17/2016.

UU itu mengatur tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. “Selain geram terhadap pelaku, perlu ada pemberatan bagi pelaku kekerasan seksual. Hukuman sesuai UU No. 17/2016 ada kebiri, diberi chip, seumur hidup, bahkan mati. Ada hukuman tegas dan maksimal, dan jangan melupakan korban. Secepatnya dapat pendampingan psikologis. Kalau tidak, bahaya karena bisa menjadi pelaku,” kata Kak Seto saat ditemui wartawan seusai berbincang dengan Kapolres. (Baca juga: Pelaku Sodomi 16 Anak Pernah Jadi Korban Sodomi)

Kak Seto juga sempat berbincang-bincang dengan tersangka kasus kekerasan seksual, F. Kak Seto menyampaikan sekelumit perbincangan dengan F. Kak Seto bertanya apakah F mengakui perbuatannya itu keliru. Selain itu, Kak Seto bertanya alasan F melakukan perbuatan itu.

“Dia mengakui itu suatu hal yang keliru dan salah. Kenapa melakukan ini? Dia jawab karena ada pengalaman negatif saat muda. Katanya saat di pesantren. Ini artinya ada mekanisme kejiwaan cenderung mengulang. Nah, dulu tidak teridentifikasi,” tutur dia.

Kak Seto mendorong korban dan keluarga berani melaporkan apa yang dialami. Hal itu berkaitan dengan penanganan dan pengobatan secepatnya. Kak Seto berpendapat kasus kekerasan seksual itu menyerupai fenomena gunung es.

Korban tidak berani melapor karena berbagai pertimbangan, seperti takut dan menganggap kasus itu aib. “Kasus ini menunjukkan korban kekerasan seksual bisa dialami anak lelaki. Bukan hanya perempuan. Orang tua, guru, masyarakat harus betul-betul melakukan upaya penangkalan. Jangan lupakan korban. Luka jiwa kalau enggak dapat pendampingan psikologis berisiko menjadi pelaku.”

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya