SOLOPOS.COM - ilustrasi

Pencabulan Boyolali, seorang siswi SMP diduga dicabuli gurunya.

Solopos.com, BOYOLALI — Siswi SMP yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh gurunya di Ngemplak, DA, 14, terancam tak bisa mengikuti Ujian Nasional (UN) setelah dia keluar dari sekolahnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Padahal, nama DA telah terdaftar sebagai peserta UN sejak Oktober 2016 lalu. Pendamping hukum DA, Adi Cahyo, mengungkapkan hal tersebut saat berbincang dengan Solopos.com di Ngemplak, Minggu (2/4/2017). Adi mengatakan DA berpotensi kehilangan hak-hak dasar pendidikannya setelah kasus dugaan pelecehan seksual menimpanya.

Salah satunya korban tak bisa mengikuti UN yang tinggal 1,5 bulan lagi. Padahal, UN itulah yang akan menentukan masa depan pendidikannya setelah lulus SMP nanti.

Ekspedisi Mudik 2024

“Saya sangat mengecam sikap sekolah yang meminta ibu korban mengeluarkan anaknya. Apalagi menjelang UN. Padahal, nama korban ini sudah terdaftar sebagai peserta UN 2017,” jelas aktivis perlindungan anak-anak di Soloraya itu.

Adi berjanji akan menggandeng sejumlah aktivis perlindungan anak-anak di Soloraya untuk mendapatkan kembali hak-hak pendidikan DA, salah satunya hak mengikuti UN. Ia bahkan siap menempuh langkah-langkah hukum atas tindakan sewenang-wenang sekolah yang telah mengeluarkan DA dengan cara meminta ibu DA menandatangani surat pernyataan keluar secara sukarela.

“Mestinya sekolah memberikan perlindungan kepada korban, bukan malah melindungi pelaku lalu mencari-cari kesalahan korban agar bisa dikeluarkan dari sekolah,” kecamnya.

Informasi yang dihimpun Solopos.com, guru yang diduga melecehkan DA telah menjalani pemeriksaan di Mapolres Boyolali sesaat setelah dilaporkan keluarga DA. Pelaku berinisial JS itu, keterangan sumber Solopos.com, adalah warga Desa Dibal, Ngemplak.

“Betul, dia warga Desa Dibal. Dia sudah diperiksa polisi beberapa hari lalu setelah dilaporkan,” jelas sumber Solopos.com.

JS diduga memegangi dada DA saat jam istirahat di sebuah ruangan. Saat itu, JS meminta DA membuka kancing bajunya untuk memastikan DA tak memiliki tato di bagian dadanya.

“Saya membantah tak punya tato. Tapi, Pak Guru tak percaya. Dia malah meminta saya membuka baju. Setelah itu, bapak memegang-megang dada saya,” cerita DA.

Sementara itu, Kasatreskrim Polres Boyolali, AKP Miftahul Huda, belum bisa dimintai keterangan terkait kasus itu. Dalam kesempatan terpisah sebelumnya, wakil kepala SMP tempat DA sekolah, Suradi, menjelaskan tindakan seorang guru kepada muridnya selama ini semata-mata untuk kebaikan dan kedisplinan muridnya.

Suradi enggan berkomentar terkait kasus yang menimpa JS. Namun, ia yakin apa yang dilakukan guru itu tak punya niatan buruk sama sekali. “Sekolah itu mendidik sedemikian banyak murid. Pasti ada satu-dua murid yang nakal dan diingatkan. Semua itu untuk kebaikan murid, bukan berniat jahat,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya