SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Dok)

Solopos.com, SOLO—Bangunan cagar budaya (BCB) eks-Kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU) yang kini masih dimanfaatkan untuk pedagang ikan hias Pasar Gede, Solo, bakal digunakan untuk perluasan pasar buah. Sekarang, para pedagang buah baru menempati sisi utara bangunan itu.

Ketua Komisi III DPRD Solo, Honda Hendarto, saat ditemui solopos.com, Jumat (3/1/2014), mengungkapkan pemerintah kota (pemkot) sudah memperbaiki atap BCB itu dengan alokasi anggaran Rp1,5 miliar di APBD Perubahan 2013. Pembangunan atap itu bertujuan untuk mengembalikan kondisi bangunan seperti semula. Untuk perencanaan selanjutnya, kata Honda, bangunan itu akan dimanfaatkan untuk perluasan pedagang buah yang kini menempati bagian utara bangunan itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Jadi, atap BCB itu menggunakan sirap semua. Pembangunan sudah selesai. Setelah pedagang ikan hias pindah ke Depok, BCB itu akan dimanfaatkan untuk perluasan pedagang buah dari sisi utara. Kalau masih sisa, ya, nanti bisa untuk sayuran,” tukasnya.

Wakil Ketua DPRD Solo, Quatly Abdulkadir Alkatiri, mengaku belum mengetahui tentang rencana perluasan pasar buah. Dia menyatakan akan meminta penjelasan Dinas Pengelola Pasar (DPP) Solo saat rapat kerja di Komisi III yang bakal digelar pekan depan. “Kalau saya, ya, harus dilihat konsepnya dulu. Kompleks di Pasar Gede itu kan BCB semua. Apakah peruntukan pasar buah melanggar atau tidak, ya, harus melihat aturannnya dulu,” terangnya.

Sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Susanto, mengungkapkan BCB bisa dimanfaatkan untuk aktivitas apa pun, tapi yang penting jangan sampai mengubah bentuk dan materialnya. “Jadi, mau digunakan untuk pasar buah atau pasar apa tidak masalah. Termasuk untuk pedagang ikan hias pun tidak apa-apa. Seperti di Tugu Kulon Jogja, itu BCB bekas markas tentara pelajar, sekarang digunakan untuk apotik,” paparnya.

Susanto justru menyayangkan banyaknya BCB di Solo yang hilang dan berubah fungsi dan bentuknya. Dia menyebut bangunan bekas Fajar Teater di dekat Balai Kota Solo sebenarnya merupakan tempat pergerakan nasional Indische Partij, yakni partai politik pertama zaman Hindia Belanda.

“Ada lagi, bangunan Sana Harsana yang dulu digunakan untuk UP Teater juga BCB yang hilang. Bangunan itu milik Pura Mangkunegaran untuk menandingi Sriwedari. Sana Harsana itu memiliki konsep hiburan model prosenium. Dalam konsep yang muncul 1930 itu, sudah ada panggung, gamelan di bawahnya, penonton, kafe dan pintu masuk. Itu konsep kesenian modern,” paparnya.
Susanto menyatakan Solo dengan slogan kota budaya tapi ada sejumlah BCB yang hilang. Menurut dia, hilangnya banyak BCB itu menjadi ironis bila dikaitkan dengan slogan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya