SOLOPOS.COM - Ilustrasi (pedulisehati.com)

Kebijakan pemanfaatan dana desa untuk proyek padat karya membikin bingung pemerintah desa.

Solopos.com, SUKOHARJO — Kebijakan pemanfaatan dana desa untuk menciptakan proyek padat karya dinilai berpotensi mempersulit pemerintah desa (pemdes) karena kualitas sumber daya manusia (SDM) di setiap desa berbeda-beda.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Di sisi lain, implementasi dana desa untuk proyek padat karya di daerah juga terganjal regulasi yang mengatur tata cara pengadaan barang dan jasa. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Sukoharjo, Y.C. Sriyana, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (9/3/2018).

Bantuan dana desa dari pemerintah pusat tahun ini diprioritaskan untuk memberdayakan masyarakat guna menyokong program padat karya. Pembangunan infrastruktur perdesaan dilakukan secara swakelola sehingga mendongkrak daya beli masyarakat.

Namun, implementasi program padat karya terbentur aturan yang membingungkan pemerintah daerah. Regulasi itu yakni Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) No. 13 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa.

Baca juga:

Dalam regulasi itu disebutkan pengadaan barang dan jasa yang nilainya di atas Rp200 juta tak bisa dikerjakan dengan model swakelola. “Hal ini akan mempersulit pemerintah desa. Apalagi sumber daya manusia [SDM] di masing-masing desa berbeda-beda,” kata Sriyana.

Menurut Sriyana, pemerintah daerah mendukung program padat karya yang didengungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Program padat karya merupakan skema baru dalam pengelolaan bantuan dana desa secara swakelola pada 2018. Masyarakat di perdesaan bakal menerima penghasilan saat mengerjakan proyek fisik.

Kendati demikian, implementasi program padat karya di lapangan harus dipahami para perangkat desa agar tak melanggar aturan. “Kami masih menunggu petunjuk teknis pelaksanaan program padat karya. Substansi implementasi program itu bakal dijabarkan kepada kepala desa [kades] dan perangkat desa agar mereka paham,” papar dia.

Pada 2018, pola pencairan dana desa berubah dibanding 2017. Pada tahun lalu, dana desa dicairkan dua tahap masing-masing sebesar 60 persen dan 40 persen. Kini, pencairan dana desa dilakukan tiga tahap masing-masing sebesar 20 persen, 40 persen, dan 40 persen.

Sementara itu, Kepala Desa Cangkol, Kecamatan Mojolaban, Sriyono, mengatakan tengah mengebut penyusunan anggaran pendapatan dan belanja (APB) desa. APB desa merupakan syarat pencairan dana desa. Sriyono optimistis penyusunan APB desa rampung pada akhir Maret.

Mayoritas dana desa bakal digunakan untuk menggeliatkan perekonomian desa yakni pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta pembangunan gedung pertemuan.

“Di Desa Cangkol banyak terdapat pengrajin batik tulis dan pelaku UMKM. Jadi hampir 80 persen dana desa bakal digunakan untuk meningkatkan perekonomian desa,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya