SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO — Partisipasi perempuan dalam dunia politik semakin tak bisa dipandang sebelah mata. Dalam sejumlah pemilu terakhir, komposisi pemilih perempuan selalu lebih tinggi dibanding laki-laki. Fenomena tersebut juga terjadi di Kota Bengawan.

Menurut anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Divisi Data dan Informasi, Agus Sulistyo, perempuan Solo mulai menjadi kekuatan strategis dalam pemilu. Berdasarkan catatannnya, persentase partisipasi perempuan dalam pemilu legislatif 2009, pemilu presiden 2009, pemilu kepala daerah 2010 dan pemilihan gubernur 2013 di kisaran 64% hingga 72%. Jumlah tersebut, imbuhnya, menjadi simbol dominasi perempuan dalam berpolitik.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Dalam perkembangannya, komposisi pemilih perempuan selalu lebih besar dibanding pemilih laki-laki,” ujarnya dalam seminar Partisipasi Perempuan Dalam Politik di Balaikota, Rabu (26/6/2013).

Menurut Agus, pengakuan terhadap hak-hak politik perempuan juga terjadi di tingkat parlemen. Pascapenerbitan UU No2/2011 sebagai perubahan UU No2/2008 tentang partai politik (parpol), imbuhnya, pendirian parpol harus menyertakan sedikitnya 30% keterwakilan perempuan. Parpol juga wajib memertimbangkan kesetaraan gender sebagai pendidikan politik masyarakat.

“Pasal afirmatif ini punya makna signifikan dalam meningkatkan partisipasi politik perempuan,” jelasnya.

Keterwakilan perempuan 30% juga terlihat dalam daftar calon sementara (DCS) pemilu legislatif 2014 di Solo. Agus menyebut caleg perempuan yang tercatat sebanyak 181 atau 39,4% dari total DCS.

Di sisi lain, pengamat politik perempuan dari UNS, Sunny Ummul Firdaus, menilai secara de facto partisipasi perempuan dalam politik masih sangat rendah. Hal itu merujuk jumlah politisi perempuan di DPR yang tak pernah lebih dari 19% sejak 1950-2014.

“Tertinggi berada di periode 2009-2014 dengan persentase 18,04%. Di tingkat provinsi atau kota/kabupaten, angkanya bisa lebih kecil, yakni di bawah 5%.”

Lebih jauh, dirinya menuntut parpol mampu melakukan pengaderan perempuan alih-alih memanfaatkannya sebagai objek suara pemilu. Parpol, sambungnya, wajib menghapus stigma yang menempatkan perempuan sebagai penggembira dalam perpolitikan.

“Perempuan harus tumbuh menjadi subjek pemeran politik. Salah satunya dengan memberi tekanan pada perjuangan kaum perempuan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya