SOLOPOS.COM - Bupati Sragen Yuni dan Wabup Dedy meninjau pelayanan perizinan di BPTPM Sragen seusai menggelar apel harian di halaman kompleks Sekretariat Daerah (Setda) Sragen, Selasa (10/5/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Pemerintahan baru Sragen, PNS di Sragen mengalami apes kali kedua dalam Pilkada 2011 dan 2015.

Solopos.com, SRAGEN–Para pegawai negeri sipil (PNS) apes untuk kali kedua dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) karena pasangan calon bupati dan wakil bupati yang mereka dukung kalah. Apes kali pertama dialami PNS saat pilkada 2011 dan apes kali kedua terjadi pada pilkada 2015 lalu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Persoalan tersebut mencuat dalam rapat terbatas di Aula Sukowati Sekretariat Daerah (Setda) Sragen, Selasa (10/5/2016). Rapat tertutup tersebut dihadiri ratusan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) mulai dari lurah, camat, sampai kepala badan, dinas, dan kantor, hingga Sekretaris Daerah. Rapat yang dipimpin Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati dan Dedy Endriyatno itu berlangsung mulai pukul 08.30 WIB hingga pukul 11.00 WIB.

Yuni, sapaan akrab Bupati, pernah merasakan dukungan PNS pada pilkada 2011. Saat itu Yuni berpasangan dengan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Darmawan Minto Basuki. Hasil pilkada pun terbukti kalah. Giliran mantan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman ikut kalah dalam pilkada 2015 karena mendapat dukungan dari PNS.

“Kalau ingin menang di pilkada jangan libatkan PNS. Selama ini PNS sudah apes kali kedua. Siapa pun calonnya kalau didukung PNS ternyata kalah. Yang tidak didukung PNS justru menang,” ujar Camat Karangmalang, Bambang S.M., saat bertemu Solopos.com, Selasa siang.

Wabup Sragen Dedy Endriyatno menyampaikan proses rapat terbatas yang menjadi ajang rekonsiliasi Yuni-Dedy dan para aparatur sipil negara (ASN). Awalnya, dialog dalam rapat tersebut berlangsung kaku. Kelakar-kelakaran yang dilontarkan Bupati dan Wabup direspons kaku karena pengaruh pilkada masih kental.

“Justru guyonan seputar pilkada itu menjadi sesuatu yang dimanfaatkan untuk mencairkan situasi rapat. Lelucon tentang ketidaknetralan dalam pilkada menjadi sarana untuk mengakrabkan dialog. Para PNS bisa fresh kembali ketika keluar dari ruang rapat. Di akhir rapat, kami sampaikan loyalitas yang paling utama. Wajar saja bila mereka bekerja dan berusaha untuk memenangkan atasannya. Meskipun mepet-mepet bahaya. Setelah kami dilantik, hanya loyalitas [kepada pemimpin yang dulu] selesai,” ujar Dedy saat berbincang dengan wartawan, Selasa siang.

Dedy mengungkapkan para PNS itu merasa apes untuk kali kedua dalam pilkada. Dia mengatakan pengakuan PNS itu disampaikan secara terbuka dalam forum itu. Bahkan peran-peran mereka dalam pilkada pun, kata dia, diungkapkan semua.
“Semua itu bermuara pada fakta empiris, calon yang dibantu PNS itu kalah. Fakta-fakta itu jadi guyonan. Ke depan, kami ingin ada outbound, seperti arung jeram untuk mengakrabkan agar tidak kaku suasana pemerintahan. Tidak ada sekat-sekar pejabat birokrat lagi,” harapnya.

Dedy juga berkomitmen tidak ada balas dendam. Dia lebih mengutamakan pembinaan daripada punishment atau hukuman. Dedy lebih memilih memberi waktu selama enam bulan hingga setahun untuk memperbaiki kesalahan PNS dengan membuat prestasi yang membanggakan dan loyalitas. Setelah rekonsiliasi PNS tercapai, Dedi dan Yuni akan mendengarkan ekspose masing-masing SKPD secara terjadwal.

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Sragen akan mendapat jadwal pertama untuk ekspose di hadapan Bupati dan Wabup. Dedy memilih DPPKA karena semua anggaran ada di DPPKAD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya