SOLOPOS.COM - Ilustrasi beras (Pixabay)

Solopos.com, JAKARTA — Di tengah derasnya penolakan, pemerintah masih bersikeras untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada beras dan daging sapi. Namun, tidak semua beras dan daging sapi yang dikenakan pajak.

Keterangan itu disampaikan Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, dalam diskusi daring pada Kamis (1/7/2021). Ia menegaskan komoditas bahan pokok tidak dikenakan pajak pertambahan nilai. Kecuali daging sapi premium dan beras premium yang harganya terpaut sangat jauh dibandingkan dengan komoditas yang biasa dikonsumsi masyarakat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Yustinus mengatakan komoditas bahan pokok masuk ke dalam sistem perpajakan hanya agar dapat terpantau secara administratif rantai pasokannya dari hulu ke hilir. Sehingga tercatat mulai dari distribusi hingga konsumsinya.

Baca Juga: Soal Pajak Sembako, Menkeu Sri Mulyani Minta Masyarakat Jangan Mudah Terhasut

“Barang-barang ini masuk ke sistem PPN supaya teradministrasikan. Apakah nanti akan dikenai atau tidak dikenai pajak, itu diskusi berikutnya. Prinsipnya kita ingin supaya semua barang dan jasa tercatat dalam sistem PPN,” kata Yustinus.

Yustinus menjabarkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) terdapat skema multitarif . Skema ini memungkinkan pengenaan PPN mulai dari 0 persen hingga 25 persen tergantung dari jenis barang dan jasanya.

Aspek Keadilan

Secara umum, pemerintah menginginkan keadilan bagi masyarakat di mana barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak bisa dibebaskan atau hanya dikenakan PPN rendah. Sementara barang dan jasa premium yang hanya bisa dinikmati oleh masyarakat ekonomi atas dikenakan pajak yang lebih tinggi.

Dia memastikan dari 11 bahan kebutuhan pokok yang terdapat dalam RUU KUP kemungkinan hanya beras dan daging sapi premium yang akan dikenakan PPN. Yustinus mengemukakan pengenaan PPN itu dikarenakan disparitas harga dari komoditas tersebut yang terpaut sangat jauh dibandingkan pada harga beras dan daging sapi standar.

Baca Juga: Sembako Bakal Kena Pajak, LP2K Jateng Yakini Harga Bakal Ikut Naik

“Kalau telur, susu segar, umbi-umbian, sayur, buah kami rasa masih sama. Tapi daging terutama daging sapi itu yang jauh sekali. Kalau daging ayam, bebek dan lain-lain tidak ada persoalan, itu masih konsumsi masyarakat umum,” kata Yustinus.

Yustinus juga menekankan kebijakan dalam RUU KUP ini pun tidak akan diterapkan dalam waktu dekat mengingat kondisi ekonomi Indonesia dalam masa pemulihan. Dia menyebut pemerintah saat ini berfokus pada penyiapan landasan hukumnya untuk diterapkan di kemudian hari pada saat kondisi yang tepat.

“Pemerintah tidak ingin ini [diterapkan] sekarang, tidak. Tapi saat inilah kita punya waktu membuat payung kebijakan, landasan hukum. Penerapannya nanti bisa kita diskusikan dan kita akan perhitungkan pemulihan ekonomi pascapandemi. Tidak mungkin diterapkan dalam waktu dekat,” kata Yustinus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya