SOLOPOS.COM - Petugas pengukuran jalan tol Solo-Jogja merampungkan pekerjaannya di Kranggan, Polanharjo, Klaten, Kamis (6/8/2020). (Solopos.com-Ponco Suseno)

Solopos.com, KLATEN - Pemdes Kranggan, Polanharjo, Klaten, berusaha mencarikan solusi ke 35 KK yang harus angkat kaki dari rumah mereka karena terdampak jalan tol Solo-Jogja. Awalnya, mereka menyiapkan lahan kas desa, namun akhirnya batal.

Seperti diketahui, 35 KK di Kranggan terancam kehilangan mata pencaharian karena rumah mereka yang sekaligus menjadi tempat untuk mengais rezeki bakal tergusur karena proyek jalan tol Solo-Jogja. Mereka mayoritas bekerja sebagai tukang pande besi dan pengrajin anyaman limbah plastik janur.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka yang terdampak masih ingin tetap di Kranggan karena usaha mereka berada di wilayah tersebut. Mamun mereka kesulitan mencari lahan pengganti. Kades Kranggan, Polanharjo, Klaten, Gunawan Budi Utomo, mengatakan Pemdes awalnya menyediakan lahan kas desa seluas 2.000 meter persegi sebagai lahan untuk dapat didirikan sebagai rumah pengganti.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Model Baju Ini Banyak Diminati di Masa Vaksinasi Covid-19

Namun upaya itu kandas karena Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU PR) Klaten tak mengizinkan tanah kas desa tersebut untuk dimanfaatkan sebagai lahan yang dapat dibangun sebagai rumah penganti. Alasannya, tanah kas desa seluas 2.000 meter persegi masih tercatat sebagai zona hijau alias sawah lestari.

"Lantaran tak memperoleh izin itu, kami sempat angkat tangan. Ke depan, kami akan terus memperjuangkan agar 35 KK itu segera memperoleh rumah pengganti di sini. Mereka maunya beli tanah dan membangun rumah di sini agar masih bisa pande besi atau menggeluti kerajinan lainnya. Mereka hidup dari usaha itu," katanya.

Mencari Rumah Pengganti

Salah seorang warga di Kranggan, Klaten, Sutrisno, 41, mengatakan bangunan rumah seluas 240 meter persegi di RT 014/RW 005 miliknya dipastikan terdampak jalan tol Solo-Jogja. Alhasil, dirinya dan anggota keluarganya harus berpindah rumah dalam waktu dekat. Hingga sekarang, Sutrisno mengaku masih kebingungan mencari lahan baru untuk didirikan rumah pengganti.

"Saya sudah tinggal di rumah saya sejak lahir. Rumah itu warisan orangtua sejak 1969. Sebetulnya saya enggak setuju dengan jalan tol ini karena saya harus pindah rumah. Bagi saya, rumah itu banyak memiliki history," katanya.

Baca Juga: Kursi Roda Elektrik Scewo Bro Bikin Naik-Turun Tangga Tak Lagi Masalah

Tak hanya kenangan dan pengalaman, lanjut Sutrisno, rumah yang ditempatinya menjadi lokasi bekerja dan mencari uang. Setiap harinya, Sutrisno bekerja sebagai pengrajin anyaman plastik janur. Hasil anyamannya berupa beronjong, tas, tempat sampah, dan lainnya. Omzet setiap hari yang diperoleh Sutrisno senilai Rp400.000.

"Saat saya pindah nanti, bisa jadi saya kehilangan pelanggan. Di tempat baru, belum tentu saya juga bisa berusaha seramai saat ini. Saya masih bingung juga mencari tanah. Sedih juga kalau dipikir-pikir. Ingin saya, memperoleh tanah di desa sini. Tapi, susah juga mencarinya. Belum lagi, harga tanah yang tinggi. Selain saya, istri saya juga memiliki usaha cemilan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya