SOLOPOS.COM - Suasana persidangan kasus KDRT berujung maut yang dilakuakn Setio Winarni, guru SMP Negeri di Kota Madiun di Pengadilan Negeri Kota Madiun, Kamis (4/2/2016). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Pembunuhan Madiun yang melibatkan salah seorang guru SMP Negeri di Madiun masih terus dilakukan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Madiun menolak seluruh pembelaan dari terdakwa.

Madiunpos.com, MADIUN — Pengadilan Negeri (PN) Kota Madiun menggelar sidang lanjutan dengan acara pembacaan tanggapan pembelaan terdakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU) atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berujung maut dengan terdakwa Setio Winarni, 54, guru SMP negeri di Kota Madiun, Kamis (4/2/2016).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Persidangan tersebut dihadiri terdakwa, penasihat hukum terdakwa Ody Obaja, JPU yang terdiri atas Rahmad Isnaini dan Fuad Zamroni. Sedangkan majelis hakim dipimpin Arif Wicaksono, dengan anggota Suryodiono dan Mahendrasmara Purnama Jati.

Dalam sidang tersebut, JPU menolak seluruh pembelaan terdakwa yang dibacakan penasihat hukum terdakwa dalam sidang sebelumnya. Menurut JPU, tindakan terdakwa yang melakukan aksi kekersan terhadap suaminya yang berujung kematian telah memenuhi dakwaan primer dan subsider.

Ekspedisi Mudik 2024

Ambivalen
Anggota JPU dari Kejaksaan Negeri Kota Madiun, Rahmad Isnaini, mengatakan penasihat hukum terdakwa dalam pembelaannya menyatakan tuntutan JPU mengenai kasus KDRT ini tidak terbukti. Unsur kekerasan juga dinyatakan tidak terbukti. Tetapi, dalam permohonannya justru penasihat hukum meminta terdakwa untuk dibebaskan dari dakwaan primer. Dan dia meminta terdakwa hanya dihukum menggunakan dakwaan subsider.

Dakwaan primer tim jaksa terhadap terdakwa Setio Winarni mengenai tindakan KDRT terdakwa yang berujung pada kematian korban. Sedangkan untuk dakwaan subsider mengenai tindakan terdakwa yang mengakibatkan korban sakit.

“Ini kan aneh, penasihat hukum menyangkal perbuatan terdakwa dengan menyebutkan perbuatan tersebut tidak terbukti. Tetapi, justru penasihat hukum meminta terdakwa dijatuhi dakwaan subside saja. Kalau memang penasihat hukum yakin perbuatan tidak salah, tentu yang diminta pembebasan hukuman,” jelas Rahmad seusai persidangan.

Lebih lanjut, Rahmad menyampaikan perbuatan terdakwa tergolong kekerasan dalam rumah tangga, dan ini dikuatkan dengan menghubungkan seluruh alat bukti yang diajukan ke persidangan dan diperkuat dengan keterangan saksi ahli.

Bukan Dibenturkan
Menurut dia, keterangan saksi saat dihadirkan di persidangan tidak bertentangan dengan keterangan yang diberikan saat di kepolisian. Selain itu, unsur melakukan tindakan KDRT juga dinyatakan terbukti dilakukan terdakwa.

“Terdakwa terbukti secara sah telah melakuakn tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kami tetap menuntut terdakwa dengan hukuman 10 tahun penjara,” jelas dia.

Penasihat hukum terdakwa, Edy Obaja, masih tetap bersikukuh perbuatan terdakwa tidak terbukti untuk dakwaan primer. Namun, dia menyatakan perbuatan terdakwa hanya bisa dijerat dengan dakwaan subsider.

“Korban itu tidak dibenturkan terdakwa, tetapi korban terbentur dan itu bisa dilihat. Kami di sini meminta putusan yang adil,” kata Edy.

 

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Madiun Raya
KLIK di sini untuk mengintip Kabar Sragen Terlengkap

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya