SOLOPOS.COM - Ilustrasi hubungan diplomatik Indonesia-Iran (indonesian.irib.ir)

Solopos.com, SUKOHARJO — Pembentukan Iran Corner di Fakultas Usuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta dibatalkan setelah Jumat (23/5/2014) lalu didemo sejumlah organisasi Islam. Aksi demonstrasi itu ditanggapi beragam oleh warga Soloraya.

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Solo Hilmi Ahmad Sakdillah misalnya menganggap demonstrasi yang didasari kecurigaan Iran Corner bakal menjadi tempat penyebaran aliran Syiah di Solo itu sebagai cara yang kurang tepat untuk menyampaikan aspirasi. Terlebih lagi, imbuhnya, hal itu menyangkut masalah sensitif seperti agama atau ajaran manusia.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Masyarakat jangan terpancing terlebih dahulu sampai ada demo. Masyarakat harus cerdas melihat secara general tentang program Iran Corner seperti apa. Itu bisa dikonfirmasi kepada pihak IAIN atau Iran langsung. Jangan apa-apa diselesaikan dengan demo. Demo jadi cara terakhir saja jika tidak ada temu titik mediasi,” tutur Hilmi saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (24/5/2014).

Hilmi mengatakan masyarakat saat ini sepantasnya bisa cerdas menilai fenomena perbedaan pendapat atau ajaran di sekitar mereka. Masyarakat yang cerdas bisa menilai mana ajaran yang perlu ditaati atau sebaliknya, untuk dihindari.

“Ibarat Iran itu tamu. Tamu siapa saja kan boleh masuk [Indonesia]. Islam kan juga mengajarkan memuliakan tamu. Tamu Amerika, Vatikan sekalipun tidak bisa dilarang jika mau ke Indonesia. Cuma memang benar, tamu itu bawa apa kan harus ditelaah. Yang penting kan tidak tiba-tiba langsung diusir,” ujar Hilmi.

Hilmi menambahkan kualitas kekuatan iman terletak pada manusia untuk bisa membedakan pilihan baik dan buruk. “Apalagi kita hidup di negara yang punya Pancasila. Mau sosialis atau nasionalis kan bebas. Selama tidak saling mengganggu dan merugikan. Masyarakat juga sekarang sudah semakin cerdas membedakan antara baik buruk itu. Dalam hal mempelajari keilmuan apakah harus dibatasi dengan paham kita saja? Jangankan mempelajari Syiah. Kita diperkenankan untuk mempelajari Katolik, Hindu, Budha, Kristen. Sebatas untuk mengenal. Itu pun kembali kita akan menilai iman yang bisa dipelajari dan tidaknya,” kata Hilmi.

Jika ajaran atau pemahaman yang merusak akidah, menurut Hilmi, memang perlu dihentikan dengan segera. Masalah Iran Corner, Hilmi menilai, semua pihak memang harus terlibat dalam sebuah forum komunikasi.

“Orang kita apakah tahu kondisi Iran saat ini? Apakah kita tahu Syiah? Saya rasa harus ada perbincangan jika kaitannya dengan Iran Corner ya dengan pihak IAIN Surakarta dan pihak Iran itu sendiri. Jika benar ada kandungan ajaran Syiah pun bisa ditanyakan tujuan Syiah masuk itu untuk apa? Pokoknya ada saling klarifikasi,” kata Hilmi.

Menilai ajaran Syiah, lanjut Hilmi, masyarakat harus memandang secara umum. Bahan perbandingan bisa juga dengan menilai ajaran lain seperti Ahmadiyah. “Tidak semua Syiah itu jelek, ada ajarannya yang memang menyimpang tapi tidak fatal. Kan masih bisa dinilai. Beda dengan Ahmadiyah yang memang sudah dipastikan sesat lantaran ada keterangan dari kejaksaan, MUI, dan kepolisian,” kata Hilmi.

Senada dengan Hilmi, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof Khudzaifaj Dimyati mengatakan perlu ada tanggapan terlebih dahulu dari pihak berwajib. “Biarkan berjalan dulu. Kalau memang Iran Corner menimbulkan keresahan masyarakat, kepolisian kan bisa turun tangan terlebih dahulu. Benar atau tidak menimbulkan keresahan semacam itu. MUI, NU, atau Muhammadiyah pasti kan juga melihat apakah betul itu tempat [Iran Corner] akan digunakan sebagai penyebaran Syiah? Memang harus menilai dari segala sisi,” ujar guru besar ilmu hukum UNS itu.

Dimyati mengatakan kata “corner” menjadi penyebab timbulnya salah paham. Masyarakat melihat sebagai salah satu kefokusan hanya mempelajari mengenai negara Iran dan seisinya.

“Kalau saya bisa usul dalam fasilitas yang saya dengar akan berbentuk seperti perpustakaan itu bisa memuat segala hal, tidak hanya Iran atau bisa ada corner-corner lain. Calon ulama memang dituntut untuk membaca semua bahan sumber ilmu pengetahuan,” ujar Dimyati.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya