SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembangunan jalan tol Solo-Kertosono di Ngemplak, Boyolali (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Solopos.com, BOYOLALI -- Sosialisasi terkait pembebasan lahan warga terdampak tol Solo-Jogja di dua kecamatan Boyolali akan dimulai akhir Januari hingga awal Februari mendatang.

Proses pengadaan tanah untuk pembangunan jalan bebas hambatan itu ditarget rampung akhir 2020. Sedangkan konstruksinya ditarget selesai akhir 2021.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Saat ini Pemkab Boyolali sudah mengumpulkan seluruh jajaran pemerintah Kecamatan Banyudono dan Kecamatan Sawit beserta seluruh kepala desa terdampak di dua kecamatan itu.

Sembilan desa di dua kecamatan tersebut diketahui terdampak pembangunan tol Solo-Jogja. Sembilan desa itu meliputi Banyudono, Batan, Kuwiran, Sambon, dan Jembungan di Kecamatan Banyudono, serta Guwokajen, Bendosari, Jatirejo, dan Kateguhan di Kecamatan Sawit.

Ekspedisi Mudik 2024

Pembangunan jalan tol juga akan mengenai sejumlah fasilitas umum seperti kantor desa dan sekolah. Asisten II Sekda Boyolali, Widodo Muniru Ahmadi, mengatakan warga terdampak proyek tol Solo-Jogja akan diundang untuk konsultasi publik sekitar akhir Januari hingga awal Februari.

Todong Pemilik Rumah, Perampok Di Sragen Babak Belur Dihajar Massa

Konsultasi tersebut dihadiri bersama pemerintah desa, perwakilan Pemkab Boyolali, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tol Solo-Jogja. Pemerintah desa juga diminta menginventarisasi fasilitas umum terdampak termasuk saluran air, jalan kabupaten, jalan desa, gardu, gapura, dan sebagainya.

Dalam tahap persiapan awal ini, kepala desa diminta menjelaskan kepada warga soal kriteria tanah yang akan dibebaskan dan diberi ganti rugi. Widodo mencontohkan ganti rugi akan diberikan kepada pemilik tanah yang sebenarnya, bukan pemilik tanah yang tertulis di sertifikat.

Untuk itu jika tanah tersebut merupakan tanah hasil jual beli perlu disertai keterangan notaris. Sementara jika tanah merupakan warisan harus disertai keterangan dari pemerintah desa.

Kemudian, nilai ganti rugi ditentukan berdasarkan luas nyatanya dan bukan berdasar luas yang tertera dalam sertifikat. Jika di sertifikat tertulis 60 m2 namun luas aslinya hanya 40m2, maka yang akan dihitung adalah 40 m2.

"Begitu pula jika luas nyata lebih besar dari luas yang tertulis patokan tetap ada pada luas nyata,” imbuh Widodo ketika ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Rabu (22/1/2020) siang.

Terkait hal ini nantinya ada tim pengadaan tanah khusus yang akan mengukur dan menilai. Widodo menambahkan pada prinsipnya tanah yang akan diberi ganti rugi adalah tanah yang terdampak langsung atau terkena konstruksi.

Remaja Sragen Kabur Gara-Gara HP Disita Orang Tua Akhirnya Ditemukan

Jika pembangunan tol menimbulkan daerah-daerah terpencil warga di daerah tersebut harus dibuatkan akses, bukan diberi ganti rugi. Sementara jika ada tanah tersisa proses ganti rugi akan dinilai dari kelayakan pemanfaatan tanah itu.

Misalnya, sisa tanah di tepi pembangunan tol seluas 200 m2 berbentuk persegi. Jika tanah tersebut masih layak difungsikan untuk permukiman kemungkinannya tidak akan diganti.

Sebaliknya jika ada tanah seluas 500 m2 dengan panjang sekitar 500 meter dan lebar hanya satu meter sehingga tanah itu tidak lagi bisa berfungsi, kemungkinannya akan diganti. Terkait hal ini semuanya mempertimbangkan kondisi di lapangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya