SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Pelatihan Jurnalistik yang digelar Solopos kali ini mengupas tentang jurnalistme warga.

Solopos.com, SOLO – Banyaknya media sosial kini menjadi tren dalam berbagi informasi di masyarakat. Bahkan media cetak, televisi, dan radio ikut memanfaatkan informasi dari masyarakat untuk memberikan berita tercepat sehingga bisa menaikkan ratingnya. Dari hal itulah muncul sebutan citizen jurnalism (CJ) atau jurnalisme warga.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di dalam CJ, masyarakat diberi wadah untuk memberikan informasi terkini dari peristiwa di sekelilingnya. CJ adalah bentuk spesifik dari media massa, tidak profit oriented, tidak berbadan hukum, dan tidak berorientasi mendapat gaji. Masyarakat bebas mengirimkan foto, video, atau artikel ke media online.

Hal itu diungkapkan Redaktur Solopos, Ichwan Prasetyo, ketika menjadi pemateri pertama dalam Workshop Jurnalisme Warga yang diadakan Lembaga Pelatihan Jurnalistik Solopos (LPJS) di Ruang Gagasan, Griya Solopos. Workshop tersebut diadakan Rabu-Kamis (27-28/4/2016).

Ekspedisi Mudik 2024

“Semua individu bebas melakukan CJ dengan perspektif masing-masing karena jurnalisme warga adalah kesukaan dan gairah. Namun, di dalam dunia media saat ini, jurnalisme warga harus hati-hati. Saat ada permasalahan atau menulis berita berbau fitnah, maka bisa dituntut dan berujung pada hukum,” katanya saat memberikan penjelasan kepada peserta workshop.

Untuk itu, sebagai benteng para CJ, ia menyatakan harus tetap berpedoman pada etika menulis. Seperti tidak membuat berita bohong, tidak mencemarkan nama baik, dan tidak memicu konflik suku ras dan agama (SARA). Selain itu, tidak membuat konten pornografi dan plagiasi.

“Contohnya, saat hendak menulis peristiwa perkosaan. Identitas perempuan korban perkosaan tidak boleh diperjelas seperti nama dan alamatnya. Hal itu juga berlaku pada pemberitaan anak pelaku kejahatan. Tujuannya melindungi masa depan anak dan perempuan tersebut agar tidak dicap penjahat atau dikucilkan di masyarakat,” ujarnya.

Ia pun menegaskan jurnalisme warga bukan sesuatu yang sepele sehingga harus melakukan verifikasi data. Keliru sedikit bisa mendapat banyak kritikan. Sebab, lanjut dia, pembaca saat ini semakin kritis dan ancamannya hampir sama dengan jurnalisme profesional.

“Sebagai benteng diri, jurnalisme warga harus memahami kode etik jurnalistik, UU [Undang-Undang] Pers, ITE [Informasi dan Transaksi Elektronik], KIP [Keterbukaan Informasi Publik], dan KUHP [Kitab Undang-undang Hukum Pidana]. Juga, memahami pedoman penyiaran dan pedoman media siber,” imbuhnya.

Pemateri kedua, Danang Nur Ihsan, juga menyatakan banjir informasi melalui media online atau media sosial tidak semuanya sesuai fakta.

“Terkadang ada berita yang sifatnya bohong sehingga harus pintar menyaring informasi sebelum dibagi ke masyarakat. Ketika mendapat tautan link berita, jangan langsung dibagi ke jejaring sosial, sebaiknya dibaca terlebih dahulu sehingga bisa diketahui logis atau tidaknya,” katanya, Rabu.

Danang menambahkan perkembangan media sosial dan media online saat ini semakin pesat. Ketika ada pengecekan kelengkapan administrasi lalu lintas di sejumlah lokasi di Solo atau jalan berlubang yang informasinya dibagi di media sosial, itu adalah bentuk CJ yang paling simpel.

“Jadi, memasang status di media sosial atau menulis artikel di media online harus hati-hati karena informasi menyebar sangat cepat,” tuturnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya