SOLOPOS.COM - Ilustrasi penyaluran BBM di SPBU. (Istimewa-Humas Pertamina JBT)

Solopos.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) digoyang rencana aksi mogok para pekerja yang tergabung dalam
Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSBBP).

FSPPB berencana menggelar mogok kerja selama 10 hari untuk meminta perseroan mengabulkan tuntutan yang disampaikan ke manajemen, salah satunya menuntut adanya pergantian direktur utama.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Seperti dilansir Bisnis, dalam surat Nomor:113/FSPPB/XII/2021-TH tentang edaran mogok kerja yang dibuat pada 17 Desember 2021, disebutkan bahwa FSPPB bakal melakukan mogok kerja pada 29 Desember 2021 sampai dengan 7 Januari 2022.

Para pekerja menyatakan bahwa waktu mogok kerja tersebut dapat diperpanjang apabila sejumlah tuntutan yang dilayangkan dalam surat tuntutan sebelumnya pada 10 Desember 2021 tidak dipenuhi.

Aksi mogok kerja tersebut akan diikuti oleh pekerja Pertamina Group anggota Serikat Pekerja Pertamina yang menjadi anggota FSPPB, dan akan dilakukan di seluruh wilayah kerja Pertamina, baik di holding maupun subholding.

Baca Juga: Ditinggal Donny Arsal Jadi Dirut SMGR, Jasa Marga Angkat Dirkeu Baru

Presiden FSPPB Arie Gumilar akan bertindak sebagai penanggung jawab aksi mogok kerja tersebut. Adapun, alasan mogok kerja yang akan dilakukan FSPPB adalah tidak tercapainya kesepakatan untuk melakukan perjanjian kerja bersama (PKB) di Pertamina antara pengusaha dan pekerja yang diwakili oleh FSPPB. Pengusaha dan pekerja yang diwakili oleh FSPPB gagal melakukan perundingan.

Di samping itu, Direktur Utama Pertamina dinilai tidak memiliki itikad baik untuk membangun industrial peace atau hubungan kerja yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan, serta tidak diindahkannya berbagai upaya damai yang sudah ditempuh oleh FSPPB.

Selain itu, alasan lainnya adalah diabaikannya tuntutan kepada Menteri BUMN untuk mengganti pimpinan atau Direktur Utama Pertamina dengan yang lebih baik

FSPPB menyatakan, aksi mogok kerja dapat dihentikan sebelum jangka waktu yang disampaikan apabila tuntutan yang dilayangkan sesuai dengan surat kepada Menteri BUMN telah dipenuhi, atau manajemen bersedia melakukan perundingan dengan syarat-syarat yang pernah disampaikan kepada Direktur SDM Pertamina pada agenda praperundingan PKB di Cirebon pada 8–10 Desember 2021.

Baca Juga: PLN Adakan Priority Customer Gathering untuk Apresiasi Pelanggan Besar

FSPPB telah mengirimkan surat kepada Menteri BUMN dengan tembusan kepada Presiden Joko Widodo dan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama pada 10 Desember 2021 untuk permohonan pencopotan direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati karena dinilai telah gagal membangun industrial peace atau hubungan kerja yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan.

FSPPB menuntut permintaan tersebut untuk bisa dilaksanakan selama 14 hari setelah surat tersebut diteken dan dilayangkan. FSPPB juga mengirimkan surat kepada Menteri Ketenagakerjaan dengan tembusan yang sama.

Dalam surat itu FSPPB melaporkan adanya ketidakharmonisan hubungan industrial di Pertamina dan tidak adanya itikad dari direksi untuk berkomitmen membangun industrial peace di dalam perusahaan.

Terkait hal ini, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengakui manajemen berencana memotong gaji karyawan. Namun, hal itu belum diputuskan secara resmi.

“Belum ada [keputusan pemotongan gaji]. Manajemen ada rencana,” kata Ahok kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/12/2021).

Ahok mengingatkan manajemen bahwa pengurangan gaji harus dimulai dari direksi. Dengan demikian, kebijakan ini akan merata dirasakan seluruh pekerja, mulai dari jajaran atas sampai bawah.

“Saya sudah sampaikan jika ada pemotongan gaji harus dimulai dari direksi, tidak bisa hanya yang pegawai yang kerja di rumah,” tutur Ahok.

Baca Juga: 11 Juta Liter Minyak Goreng Murah Rp14.000-an Segera Dipasarkan

Manajemen Terbuka untuk Dialog

Sementara itu, Vice President Corporate Communications Fajriyah Usman mengatakan, terkait dengan aspirasi yang disampaikan pekerja, manajemen Pertamina selalu terbuka untuk melakukan dialog sesuai aturan hubungan industrial yang berlaku.

Untuk itu, Fajriyah juga berharap seluruh pekerja untuk tetap dapat mengedepankan kepentingan umum, dan bersama-sama menjaga kondusifitas operasional.

Dia menambahkan, manajemen juga akan melakukan antisipasi dan mitigasi pada kondisi apapun untuk memastikan operasional perusahaan tetap dapat berjalan lancar, serta pelayanan BBM dan LPG tidak mengalami gangguan.

Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 63/2004, infrastruktur energi yang berada di wilayah operasi Pertamina merupakan Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang harus terbebas dari ancaman dan gangguan.

Sesuai Keppres tersebut, ancaman dapat dimaknai sebagai setiap usaha dan kegiatan dengan segala bentuknya, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai dapat berpotensi membahayakan kelangsungan berfungsinya Obvitnas.



Baca Juga: Nataru, KAI Tambah 8 Kereta Relasi Solo-Gambir dan Yogyakarta-Gambir PP

Sementara itu, gangguan adalah tindakan yang sudah nyata dan menimbulkan kerugian berupa korban jiwa dan/atau harta benda, serta dapat berakibat trauma psikis kepada pegawai dan karyawan di Obtivnas.

Fajriyah menjelaskan, Pertamina sebagai perusahaan yang mengelola energi nasional bertanggung jawab dalam memastikan keamanan infrastruktur, termasuk usaha, kawasan atau lokasi, bangunan atau instalasi energi yang merupakan hajat hidup orang banyak, serta kepentingan negara dan/atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis.

“Untuk itu, kami berharap seluruh pekerja Pertamina ikut bertanggung jawab dalam mengamankan Obvitnas di area operasi, dan menjauhkan dari segala ancaman dan gangguan sebagai bentuk kontribusi kita pada bangsa dan negara, mengingat kawasan, infrastruktur, dan instalasi energi tersebut sangat diperlukan untuk melayani kebutuhan energi di seluruh wilayah Indonesia,” kata Fajriyah kepada Bisnis, Selasa (21/12/2021).

Kendati demikian, Fajriyah mengatakan, pihaknya memastikan pemenuhan kebutuhan BBM dan LPG, serta pelayanan kepada masyarakat akan tetap menjadi prioritas utama Perusahaan.

Dia menuturkan, Pertamina dan seluruh pekerja bertanggung jawab dalam menjalankan amanah pemerintah untuk memastikan ketahanan energi nasional.

“Pekerja juga menjadi garda terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat, serta menjalankan penugasan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan BBM dan LPG hingga ke pelosok wilayah 3T agar masyarakat terus dapat beraktivitas. Terlebih saat ini, Indonesia sedang berjuang keluar dari pandemi Covid-19, sehingga roda perekonomian nasional harus terus didorong bergerak,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya