SOLOPOS.COM - Foto dokumentasi pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia di Bandara internasional Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara. (Bisnis-Dedi Gunawan)

Solopos.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebut buruknya neraca keuangan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) hingga ekuitas negatif senilai Rp40 triliun telah melebihi yang dialami oleh perusahaan BUMN lainnya yakni Jiwasraya.

Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo menjelaskan saat ini maskapai pelat merah tersebut memiliki aset senilai US$6,9 miliar dengan liabilitas senilai US$9,8 miliar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sementara utang tercatat emiten berkode saham GIAA tersebut mencapai US$7 miliar, belum termasuk utang yang tak tercatat ke lessor senilai US$2 miliar. Dengan demikian total utang GIAA mencapai US$9 miliar.

Baca Juga: Daftar Jadi Mitra Pertashop Bisa Lewat Online, Cek Link dan Caranya

Dari komposisi utang yang terbesar adalah kepada lessor senilai US$6,3 miliar yang merupakan komponen jangka panjang dan yang tak terbayar dalam jangka pendek senilai US$2 miliar.

Dengan kondisi tersebut, Tiko menegaskan maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut mengalami kondisi ekuitas negatif. Kondisi pandemi pun memperburuk kondisi GIAA dengan tambahan utang mencapai Rp1,5 triliun – Rp2 triliun setiap bulannya.

“Neraca Garuda saat ini kalau yang belum tahun per September 2021 mengalami ekuitas negatif hingga US$2,8 miliar atau setara dengan Rp40 triliun.Jadi ini rekor kalau dulu rekornya dipegang Jiwasraya kini dipegang Garuda,” ujarnya dalam rapat bersama dengan komisi VI DPR, Selasa (9/11/2021) seperti dilansir Bisnis.com.

Baca Juga: 4 Jurus Belanja Hemat ala Mona Ratuliu Jelang ShopeePay 11.11 Big Deals

Satu hal lainnya yang memberatkan neraca keuangan GIAA adalah dengan adanya pencatatan akuntansi PSAK 73. Pencatatan yang menerapkan PSAK 73 membuat operating list Garuda yang semestinya dicatat sebagai kewajiban jangka panjang harus dicatat sebagai kewajiban saat ini.

Tiko mengakui ini yang menghantam secara langsung neraca keuangan Garuda. “Dalam kondisi [Garuda] saat ini, kalau istilah perbankan sudah technically bankrupt tapi belum legally. Ini yang sedang kami berusaha keluar dari situasi ini. Karena kewajiban Garuda sudah tak dibayar bahkan gaji pun sudah sebagian ditahan. Termasuk ke global sukuk dan sebagainya,” tekannya.

Restrukturisasi Garuda pun menjadi bergantung kepada lessor karena mayoritas atau sebesar 65 persen utang Garuda ada di tangan lessor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya