SOLOPOS.COM - (Espos/Ayu Prawitasari) SERVICE CHARGE--Suasana sidang sengketa antara SGM dan tenant, di ruang sidang BPSK, Selasa (17/4). Sengketa itu menyangkut kenaikan service charge yang ditetapkan oleh menejemen SGM.

(Espos/Ayu Prawitasari) SERVICE CHARGE--Suasana sidang sengketa antara SGM dan tenant, di ruang sidang BPSK, Selasa (17/4). Sengketa itu menyangkut kenaikan service charge yang ditetapkan oleh menejemen SGM.

Taplak meja hijau lembut yang menutup meja majelis di ruangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Solo ditarik. Kepala Bagian (Kabag) Kesekretariatan BPSK, Tuti Budi Rahayu, dengan hati-hati melipatnya menjadi tiga bagian kemudian menyimpannya di lemari kabinet yang berada di pojok ruangan. Kebiasaan itu selalu terlihat saat majelis menyelesaikan sidang sebuah perkara. Beruntung agenda sidang hari itu hanya mediasi dan pembacaan putusan sehingga tak ada meja-kursi yang harus dipindahtempatkan seperti halnya saat agenda konsiliasi. Alhasil hanya dalam waktu lima menit, ruang sidang BPSK disulap menjadi ruang kerja kesekretariatan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Piring-piring dengan aneka gorengan di atas lemari kabinet diturunkan kembali dan ditaruh berjajar di meja. Begitu pun beberapa gelas teh manis diangkut kembali ke meja majelis yang kini sudah tidak dihiasi lagi taplak hijau. “Sidang sudah selesai, mari kerja lagi,” ujar Tuti terkekeh.

Ekspedisi Mudik 2024

Ya, dengan selesainya sidang, bagian kesekretariatan yang ruangannya “dipinjam” kini bisa bekerja lagi.

Bukan tanpa sebab BPSK memutuskan bekerja enam bulan saja pada tahun ini, begitu celetuk Wakil Ketua BPSK, Bambang Ary Wibowo. Semua ada perhitungannya.

Dengan standar honor anggota Rp1,5 juta/bulan, honor wakil ketua senilai Rp1,75 juta/bulan, ketua Rp2 juta/bulan dan kesekretariatan senilai Rp2,3 juta (kepala dan staf) maka kebutuhan anggaran per tahun mencapai Rp277 juta/tahun. Itu belum ditambah kebutuhan penyelesaian perkara yang masing-masing kasus butuh biaya kurang lebih Rp2 juta (meliputi biaya penggandaan putusan, pemanggilan, honor saksi ahli dan lainnya).

Menurut catatan BPSK, hingga April ini saja jumlah kasus yang masuk mencapai 14 kasus dengan rincian tujuh diselesaikan melalui mediasi, tiga melalui arbitrase dan empat masih dalam proses. Jadi, lanjut Bambang lagi, ditambah biaya belanja modal serta barang dan jasa, jelas alokasi anggaran Rp200 juta/tahun yang diberikan Pemkot pada tahun ini tidak akan mencukupi.

Selain minimnya dana, BPSK mencatat perincian anggaran pada tahun ini juga mengalami masalah. Pasalnya, berita acara penyerahan hibah yang disusun Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) tidak sesuai dengan hasil rapat internal BPS. Sebagai contoh, DPPKAD mencantumkan belanja pegawai Rp140 juta sementara yang dibutuhkan BPSK hanya Rp138 juta. Hal yang sama terjadi pada belanja modal yang dianggarkan senilai Rp13 juta sementara kebutuhan BPSK Rp11,5 juta. Menjadi persoalan tatkala sesuai mekanisme penganggaran, pengalihan tidak bisa dilakukan.

“Kan ya tidak mungkin yang belanja pegawai atau modal dipakai untuk barang dan jasa. Kedua, yang namanya hibah itu kan berarti yang mengajukan BPSK, kenapa ini DPPKAD yang menentukan,” ujar Bambang, pekan lalu.

Kesalahan prosedur ini amat disayangkan BPSK lantaran hal yang sama juga terjadi pada tahun lalu sehingga tak semua anggaran bisa dicairkan. Perbedaannya, pada tahun lalu yang membuat anggaran tak bisa dicairkan lantaran dalam rencana kegiatan anggaran (RKA) tidak mencantumkan volume (jumlah kegiatan). Menjadi aneh, sambung Bambang lagi, yang menyusun RKA adalah Disperindag yang setiap tahunnya selalu menyusun RKA.

Selain persoalan anggaran, BPSK juga mengalami masalah dalam sosialisasi. Bukan sosialisasi tentang BPSK melainkan soal lembaga penyelesaian konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) yang tidak sedikit jumlahnya di masyarakat.

“Keberadaan LPKSM itu jelas membantu kami. Namun sayangnya tak semua LPKSM benar-benar menolong masyarakat. Ironisnya banyak kami temui LPKSM yang bukannya membantu namun justru menarik keuntungan dari konsumen yang mengalami masalah dengan menarik biaya yang katanya untuk operasional. Patut dicatat semua pihak bahwa penyelesaian sengketa tidak dikenakan biaya. Jadi baik LPKSM maupun BPSK tidak berhak minta uang,” papar Bambang sambil menyerahkan sejumlah uang kepada penjual gorengan. Maklumlah dia yang mendapat giliran membeli konsumsi di hari itu lantaran tidak ada alokasinya di APBD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya