SOLOPOS.COM - Pedagang merangkai mainan yang dijual di arena Sekaten 2022 di Alun-alun Utara, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Selasa (13/9/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Budayawan Kota Solo, Tundjung W Sutirto, ikut memberikan komentarnya terkait munculnya sejumlah persoalan dalam penyelenggaraan Pasar Malam Sekaten Keraton Solo 2022.

Dia merasa perlu untuk ikut urun rembuk dalam persoalan tersebut. Kepada Solopos.com melalui Whatsapp (WA), Rabu (21/9/2022), Tundjung menjelaskan Sekaten sudah ada sejak masa Kerajaan Demak abad ke-15.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sekaten saat itu diselenggarakan lebih sebagai sarana atau media dakwah ataupun syiar agama Islam. Wali Sanga melihat fenomena budaya yang berkembang di masyarakat Jawa yaitu kecintaan terhadap gamelan.

“Dengan membunyikan gamelan di pelataran masjid diharapkan masyarakat berduyun-duyun ke area masjid dan alun-alun,” ujarnya mengenai awal mula digelarnya Sekaten di Keraton Solo.

Dengan berkumpulnya masyarakat, baik di masjid maupun alun-alun, para wali bisa melakukan syiar agama Islam. Sedangkan adanya pasar yang tumbuh dan berkembang mengikuti tradisi Sekaten di Demak, itu kemudian dimaknai Sekaten identik pasar malam.

Baca Juga: Tarif Parkir Pasar Malam Sekaten Solo Dikeluhkan Mahal, EO: Bukan Wewenang Kami

“Padahal pasar malam itu hanya multipplier effect saja. Inti dan roh sekaten itu terpusat di masjid, bukan di pasar dan keramaian di alun-alun. Saya melihat pergelaran tradisi Sekaten sekarang tidak ubahnya keramaian pasar malam,” katanya.

Sedangkan untuk esensi dakwah atau syiar agama dalam pergelaran Sekaten di Keraton Solo tidak pernah dipikirkan lagi. Padahal dalam pergelaran Sekaten bisa diselenggarakan berbagai kegiatan di serambi Masjid Agung, seperti berzanji, selawatan, dan khotmil Quran.

Tuntunan, Bukan sekadar Tontonan

Termasuk pemberian santunan kepada anak yatim piatu, ceramah agama, dan berbagai kegiatan keagamaan. Menurut Tundjung, seharusnya kegiatan-kegiatan seperti itu yang harus ditekankan. Sebab syiar Islam yang memang harus menjadi inti Sekaten.

Baca Juga: 5 Hari, Polisi Terima 7 Laporan Pencurian HP-Dompet di Pasar Malam Sekaten Solo

Karenanya, dia melanjutkan, Sekaten di Keraton Solo bisa bermakna religius dan budaya. “Sekaten saat ini lebih menonjolkan aspek komersialisasi tradisi. Lupa bahwa Sekaten adalah sarana syiar. Entitas Keraton harus memformat Sekaten sesuai fungsi inti,” terangnya.

Hal itu, menurut Tundjung, terkait dengan jabatan seorang Raja di Praja Kejawen yang menyandang gelar “sayidin patetep panata gama khalifatullah”. Gelar yang disandang seorang raja seharusnya koheren dengan representasi aktivitasnya.

“Sekaten harus dikembalikan menjadi media atau sarana tuntunan, bukan semata berubah fungsi menjadi media tontonan,” tegas Tundjung.

Baca Juga: Tak Hanya Parkir, Tiket Panggung Hiburan Sekaten Solo juga Dikeluhkan Mahal

Seperti diketahui, penyelenggaraan Pasar Malam Sekaten Solo yang belum sampai sepekan berlangsung sudah panen keluhan dan kritikan dari masyarakat dan pengunjung. Mulai dari harga sewa stan, tarif parkir yang terkesan ngepruk, harga tiket panggung hiburan, hingga maling yang bergentayangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya