SOLOPOS.COM - Pasar Gedhe Hardjonagara adalah peninggalan PB X. (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Pasar Gede Hardjonagoro yang terletak tak jauh dari Balai Kota Solo, Jawa Tengah, ternyata pernah mengalami kebakaran pada 1949.

Bersumber dari unggahan pengelola akun Facebook Solo Zaman Dulu, peristiwa tersebut terjadi ketika gerakan revolusi Serangan Umum 4 Hari di Solo untuk mengusir Belanda dari Kota Solo.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pasar Gede sendiri didirikan pada masa Paku Buwono X, 12 Januari 1930 dan dibangun oleh arsitek Belanda bernama Ir Herman Thomas Kartsen.

Kala itu, pembangunan Pasar Gede Hardjonagoro Solo menghabiskan biaya sekitar 650.000 Gulden atau kini setara dengan Rp2,47 miliar. Dengan dana sebesar itu, 19 tahun kemudian, Pasar Gede mengalami kebakaran.

Baca Juga:  5 Penyakit yang Rentan Terjadi Pasca Lebaran, Waspada!

Berdasarkan artikel sejarah yang ditayangkan di situs resmi Kemendikbud, nama Pasar Gede sendiri merujuk pada bangunan yang berbentuk besar menyerupai benteng di pintu masuk utama berbentuk singgasana besar dan atap yang lebar.

Sedangkan nama Hardjonagoro yang digunakan sebagai nama belakang pasar tertua di Solo ini diambil dari nama seorang keturunan China yang mendapat gelar KRT Hardjonegoro dari Keraton Kasunanan Surakarta.

Baca Juga:  Tinggal di Solo 12 Tahun, Crazy Rich Grobogan Singgung Pemekaran Daerah

Dikutip dari Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya 2017 yang diterbitkan Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo, Pasar Gede Solo yang mengalami kebakaran pada 1949 ini, menjadi simbol harmoni kehidupan sosial budaya yang telah berkembang di Solo pada masa itu.

Hal ini terbukti dengan adanya sebuah klenteng Vihara Avalokitesvara Tien Kok Sie yang berada di dekat Pasar Gede Solo dan masih berdiri kokoh hingga sekarang.

Baca Juga: Rencana Diadakan Setelah Lebaran, Tanggal Berapa CFD Solo Dibuka Lagi?

Alami Kebakaran 1949, Pasar Gede Solo Ada di 3 Masa

Berdasarkan historinya, Pasar Gede Solo mengalami tiga masa, yakni kerajaan, post kolonial dan masa kemerdekaan.

Sebelum diresmikan pada 1930, pada masa kolonial Belanda, Pasar Gede dianggap sebagai mediator perdagangan masyarakat China dan Belanda serta pribumi.

Baca Juga:  Apakah Puasa Syawal Bisa Dilakukan Selang-seling atau Harus Berurutan?

Selain itu, pada masa tersebut Pasar Gede juga dikenal sebagai Pasar Priyayi. Pasalnya, dagangan yang dijual di pasar ini terkenal dengan kualitas yang bagus jika dibandingkan dengan pasar-pasar lainnya.

Diberitakan sebelumnya, salah satu ruko di kawasan Pasar Gede justru mengalami kebakaran, Minggu (8/5/2022) sore, bertepatan dengan banjir dan pohon tumbang akibat hujan deras yang melanda Kota Solo sejak siang hari.

Baca Juga:  Ini Gejala Khas dari Hepatitis Akut dan Misterius pada Anak

Informasi yang diterima Solopos.com, kebakaran terjadi satu ruko di kawasan Pasar Gede Solo. Hal itu disampaikan anggota SAR Rajawali Merah Putih, Amung Paliwara usai mengevakuasi pohon tumbang di Jl Kartika, Jebres.

“Selain beberapa kejadian [pohon tumbang], juga ada informasi terbaru kebakaran di dekat Pasar Gede. Untuk yang terbakar sementara informasi sebuah rumah,” tutur Amung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya